Kelapa Dalam Pusaran Pilkada Inhil

Selasa, 26 Juni 2018

Petani kelapa sedang mengupas kelapa (Int).

Oleh : Tata Maulana

Seperti biasanya setiap pulang kekampung halaman pada perayaan idul fitri saya selalu membuat catatan sebagai salah satu kesenangan untuk mengabadikan kisah perjalanan, sekaligus menuangkan kesan dirasakan selama perjalanan pulang kampung berlangsung. Semoga saja saat tua ada yang dibaca oleh anak cucu masa masa mendatang..haha

Sebagai anak kampung yang berada jauh diperantauan tentu merasa sangat senang saat  kesempatan berkumpul keluarga dapat terjadi dan suasana itu hanya bisa dilakukan pada saat perayaan idul fitri saja. Disaat bersamaan saya dapat melihat dan merasakan sendiri kondisi perkembangan kampung halaman.

Susana batin yang sedang bergembira merayakan hari kemenangan setelah sebulan berpuasa sedikit terasa berbeda pada tahun ini. Betapa tidak, pada setiap kesempatan bersilaturrahim kerumah –rumah saudara, saya mendengarkan beberapa curhatan dan keluhan mengenai harga kelapa yang sangat tidak berpihak, tidak sama sekali dapat memenuhi kebutuhan pokok terlebih menghadapi hari raya yang memang kebutuhannya sedikit lebih dari hari biasanya. Saya coba memahami persoalan dengan sedikit meyakinkan bahwa “mungkin harga kelapa dunia memang sedang turun dan semoga saja setelah hari raya kembali stabil”  ucap saya penuh simpati. agar mereka tidak terlalu merasa tertekan dengan situasi dimana bahan pokok melambung tinggi sementara harga kelapa yang menjadi tumpuan utama sangat tidak layak.

Karena hampir setiap rumah kelurga yang saya kunjungi mengeluhkan hal yang sama. akhirnya saya coba memahami lebih dalam, apa penyebab sebenarnya hingga memang persoalan harga kelapa ini tidak pernah stabil, kadang melambung tinggi dan kadang pula tidak layak harga alias tidak berharga sama sekali. 

Sebagai daerah yang memiliki hamparan kebun kelapa terbesar, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dunia, semestinya daerah ini menitik focus segala daya dan potensi menejemen pengelolaan daerahnya menyasar pada komoditi ini. Agar daerahnya maju dan petaninya sejahtera. Terlebih perkebunan kelapa ini hampir seluruhnya milik masyarakat dan ratusan ribu jiwa bergantung pada sektor ini. Namun meskipun puluhan tahun berlangsung kelapa menjadi komoditi utama dikabupaten Indragiri hilir, tidak sama sekali terjadi perbaikan, justru kerusakan sudah mulai terjadi karna intrusi air laut, hama dan alih fungsi ke tanaman lain kerap dilakukan masyarakat demi mencari kelayakan hasil produksi setara dengan  kebutuhan pokok yang ada. Saya meyakini sekiranya daerah ini tidak segera berbenah, menjadi ancaman besar bagi kepunahan komoditi kelapa ini secara perlahan. 

KELAPA DAN HARAPAN KESEJAHTERAAN

Seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Alasan utama yang membuat kelapa menjadi komoditi komersial adalah karena semua bagian kelapa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu mengekspor berbagai olahan kelapa. Buah kelapa Indonesia yang memiliki kualitas baik menjadi faktor utama negara lain mendatangkan kelapa dari Indonesia. Selain itu kelapa Indonesia juga mampu menghasilkan produk turunan baru.

Dalam majalah warta ekspor edisi September 2017 yang diterbitkan oleh kementrian perdagangan, mengupas secara dalam tentang optimalisasi bahan baku kelapa yang memang memiliki banyak manfaat dengan berbagai macam olahan turunan yang bernilai tinggi. Saya mengutip kisah sukses dari seorang ahli kelapa dunia yaitu Wisnu Gardjito, seorang profesor, dosen, pengusaha, dan seorang ahli kelapa dunia yang mendirikan komunitas  The Green Coco Island (TGCI) berhasil mengolah dan mengembangkan produk olahan kelapa, obat-obatan, minuman, kosmetik, dan lainnya.

Bersama sang istri, beliau mendirikan Sistem Usaha Bersama yang diberi nama UD Sumber Rejeki. Melalui UD ini, Wisnu berhasil memproduksi VCO dan mengembangkan sabun herbal, lotion untuk menghaluskan kulit sekaligus anti nyamuk, minyak goreng tahan tengik yang bagus bagi kesehatan, body scrub, hingga aneka minuman kesehatan.

Menurut Prof. Wisnu usaha bersama mereka sudah berhasil mengembangkan 250 jenis turunan olahan kelapa yang sudah menembus pasar ekspor. Salah satu produk unggulan turunan kelapa yang dikembangkan Virgin Coconut Oil (VCO) produk olahan kelapa yang terbukti mampu memperbaiki metabolisme, membunuh virus, bakteri, jamur, dan memperbaiki organ tubuh.

Dari kisah sukses diatas dapat kita lihat begitu besar potensi kelapa ini dapat dikembangkan, bernilai ekonomis dan semestinya para petani kelapa tidak perlu khawatir mengenai kelayakan harga jual hasil produksi kebun mereka. Namun faktanya, petani kelapa di Indragiri Hilir harus menghadapi kenyataan pahit dengan kondisi harga yang tidak pernah stabil. Terlebih beberapa waktu belakangan ini harganya dibawah Rp. 1.000/butir. Sementara kebutuhan pokok sudah semakin tinggi, saya meyakini paling tidak harga per butir kelapa harus dikisaran Rp. 4.500-5.000/butir barulah harapan kesejahteraan dapat terwujud dan seimbang dengan harga jual 9 bahan pokok dipasaran.

Sebagai daerah yang memiliki potensi kelapa terbesar  memang perlu ada keseriusan untuk mengelolanya. Dari data BPS tahun 2016 paling tidak potensi lahan dengan tanaman komoditi kelapa seluas 429.110 hektar (391.745 hektar Kelapa Dalam dan 37.365 hektar Kelapa Hibrida) harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Tidak hanya pada sektor hulu produksi bahan baku saja melainkan juga harus dikembangkan sektor hilir baik dalam kapasitas skala besar maupun pengembangan skala industry usaha kecil, hingga nilai ekonomisnya juga bertambah besar. Setidaknya dari sisi harga jual hasil panen kebun masyarakat mendapatkan akses pasar yang lebih luas dan berdaya saing ketika industry hilir semakin banyak dikembangkan oleh pemerintah daerah.

KELAPA DAN KEBERPIHAKAN KEBIJAKAN

Saat ini di Indragiri Hilir hanya memiliki lebih kurang 5 perusahaan yang beroprasi dalam pengolahan kelapa, sekaligus juga menampung hasil panen masyarakat. Sebagian dari perusahaan yang beroprasi juga memiliki kebun sendiri untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku produksi. Adapun perusahaan yang beroprasi diwilayah Indragiri hilir adalah PT.Pulau Sambu Kuala Enok. PT. Pulau Sambu Sungai Guntung. Kemudian ada PT. Riau Sakti United Plantation, Pulau Burung (memiliki kebun sendiri seluas ± 7.679,2 hektar). Lalu ada PT. Kokonako, Pulau Palas. Serta terakhir PT. Inhil Sarimas Kelapa, yang berlokasi di Desa Sungai Gantang Kecamatan Kempas. 

Oleh sebab itulah kenapa harga kelapa sangat ditentukan oleh perusahaan-perusahaan ini, ketika saat perusahaan mengurangi kapasitas produksinya tentu akan terjadi pula pengurangan daya beli hasil kebun masyarakat. Akhirnya sebagian masyarakat melalui tengkulak penampung lebih banyak mengekspor ke negara-negara tentangga guna mencari daya saing harga jual. Ternyata juga tidak berjalan baik, semula memang sempat harga jual naik karna kapal-kapal negara tentangga seperti dari Thailand, Malaysia, singapura dan negara lainnya masuk. Namun belakangan kembali turun lagi karena memang negara-negera tersebut juga memiliki musim panen kelapa di Negaranya, mereka masuk membeli kelapa di Indonesia sekedar untuk menambah bahan baku kebutuhan produksi mereka ditambah lagi factor harga dan permintaan pasar dunia sedang menurun.


Saya kemudian berasumsi dan menduga, apakah mungkin ada permainan mafia selain soal jawaban normatif pemerintah mengenai bahwa permintaan pasar dunia sedang menurun?? Pertama. Ketika harga melambung tinggi karna ada daya saing penampung dari negara-negra tetangga masuk membeli, malah ada dorongan dari Pengusaha Kelapa Indonesia terhadap pemerintah untuk stop mengekspor bahan baku kelapa. Kedua, jikapun di stop untuk ekspor bahan baku apakah mungkin perusahaan yang membeli ini betul-betul berkomitmen dan peduli dengan standar harga yang layak?, faktanya justru perusahaan yang ada mengurangi produksi dan akhirnya kelapa menumpuk tidak laku dijual, kalaupun laku harganya dibeli dengan harga yang sangat murah. Ketiga, saya juga menduga pemerintah belum sepenuhnya serius dalam menangani persoalan yang menahun dan berulang-ulang terjadi.

Meskipun pemerintah sempat membuat kebijakan peraturan daerah untuk membela petani kelapa dengan mengesahkan Perda Sistem Resi Gudang Dan Perda Tata Niaga Kelapa. Perda dimaksud agar standar harga yang layak didapatkan masyakarat. Sistem yang dilakuakan pemerintah untuk menampung hasil panen masyarakat lalu mencarikan pasaran harga layak dengan system lelang kepada pembeli. Saya sedikit pesimis dengan sistem ini mengingat perusahan yang beroprasi diwilayah inhil sebahagian memiliki kebun dan DO pemenuhan bahan bakunya sudah ada untuk kebutuhan produksinya. Selain itu empat perusahaan yang menampung faktanya tidak sepenuhnya membeli sesuai kapasitas produksi yang mereka miliki. Mudah saja mereka menentukan harga sesuai keinginan mereka untuk membeli.

Kita bisa sasksikan sendiri betapa menjelang hari raya ini saja berapa banyak kelapa yang menumpuk seolah tidak laku dijual. Sementara untuk menembus pasar ekspor untuk bahan baku sedang terjadi pengurangan permintaan dari negara-negara yang biasa menampung.

Kebijakan yang diharapkan dapat mengurai persoalan mendasar dan jaminan kesejahteraan bagi masyarakat belum begitu efektif untuk diterapkan, mengingat monopoli yang dominan dari perusahaan yang ada, sementara pasar ekspor yang menjadi peningkat daya saing sedang menurun. Pemerintah perlu mengkaji dan bertindak secara serius, bagaimana kebijakan yang dilahirkan tersebut dapat memberikan kepastian bagi masyarakat, terlebih ini berkenaan dengan hajat hidup mayoritas masyarakat inhil. Saya berharap peraturan tidak semata-mata hanya menyenangkan atau hanya sekedar pemikat simpati secara politis. Mengingat perda yang disahkan menjelang pilkada berlangsung.

Secara sederhana rumus ekonomi yang saya fahami, semakin banyak daya saing semakin tingga nilai harga yang ditawarkan. Semestinya pemerintah memutus matarantai dominasi perusahaan-perusahaan yang beroprasi dengan menciptakan daya saing baru, apakah dengan memperbanyak investor untuk membangun industri hilir untuk olahan turunan kelapa atau pemerintah sendiri punya keberanian membangun perusahaan daerah (BUMD) yang dibiaya dari APBD untuk mengembangkan industri hilir, sehingga pasar ekspor yang ditembus tidak lagi bahan baku setengah jadi tetapi bahan jadi yang bernilai ekonomis lebih tinggi. Selain itu pemerintah juga bisa memenejemen dengan serius memperbanyak pelatihan-pelatihan keterampilan petani melalui kelompok tani sehingga mereka secara mandiri bisa mengolah turunan kelapa untuk memperoleh nilai ekonomis secara lebih, lalu pemerintah membantu untuk memasarkan melalui badan promosi daerah. Datangkan ahlinya yang sudah berpengalaman untuk mendampingi kelompok tani kita sampai benar-benar mandiri.

Jika kebijakan yang dibuat memang ingin sepenuhnya berpihak kepada kepentingan petani kelapa maka tidak ada yang sulit bagi pemerintah untuk mewujudkannya dengan memfokuskan arah pembangunan pada pemberdayaan dan pemanfaatan kelapa secara optimal. Tetapi jika kebijakan hanya sebatas seremonial untuk kesenangan dan simpati politik maka tetap saja persoalan harga kelapa menjadi sesuatu yang tidak pernah terselesaikan. Terlebih hanya sekedar mendapat gelar negeri hamparan kelapa dengan segudang rekor. Dampaknya tentu akan semakin banyak pula masyarakat yang menderita kesusahan serat berkeinginan mengalih fungsi ke komoditi lain yang lebih bernilai jual. Ditambah lagi intrusi air laut yang semakin mengancam kepunahan kebun kelapa masyarakat yang sengaja dibiarkan karna tidak berharga.

KELAPA DAN DINAMIKA POLITIK PILKADA 

Suasana pemilihan kepala daerah yang sebentar lagi dilaksanakan juga menambah warna keriuhan tentang anjloknya harga kelapa, karena semua calon yang tampil akan dihadapkan dengan tantangan bagaimana mampu memberikan keyakinan kepada masyarakat luas untuk dapat mengurai dan memberikan jaminan kepastian soal standar harga yang layak. 

Faktanya sejak jauh sebelum periode ini dari satu rezim ke rezim lainnya memang tidak ada yang mampu mengurai dan memberikan jaminan secara pasti. bagi calon yang tidak berhati-hati memainkan isu mengenai harga kelapa dan komitmennya terhadap kelapa akan menghadapi tantangan berat seperti situasi anjloknya harga saat ini. Secara politik memang sangat tidak menguntungkan ketika menyentuh isu kelapa menjadi senjata politik untuk menarik simpati masyarakat khususnya para petani kelapa. Karena secara sadar masyarakat sudah memahami betapa pemerintah tidak berdaya untuk memberikan jaminan mengenai standar harga, mengingat dominasi perusahaan yang ada serta pasar dunia yang diatur oleh para pengusaha mafia yang memiliki akses ekspor.

Pada momen politik inilah masyarakat Indragiri Hilir harus sadar untuk bersikap dalam menentukan pemimpinnya, mestilah ada kontrak yang mengikat dan meyakinkan secara politik dan hukum, bahwa pemimpin yang dipilih adalah pemimpin yang berani berkomitmen secara tegas dan kuat untuk segera mengurai persoalan harga kelapa ini.

Setidaknya program yang meyakinkan untuk mematahkan mata rantai mafia yang mendominasi dan memainkan harga kelapa secara liar di negeri kita. Setidaknya komitmen untuk membangun dan mengembangkan industri olahan kelapa lebih banyak hingga tercipta daya saing. serta mampu menembus pasar ekspor, sehingga dengan begitu kita petani kelapa mengetahui standar harga dunia dipasaran global.

Selain itu, ada keinginan dan komitmen kuat kepala daerah yang terpilih untuk membela para petani kebun mulai dari penyelamatan kebun dari ancaman intrusi air laut juga berkomitmen memberdayakan kelompok tani hingga dapat secara mandiri memproduksi olahan kelapa yang siap menembus pasar global. Jika ini dapat dilakukan dan semua mayarakat secara politik sadar untuk bertindak secara politik, maka saya berkeyakinan kedepan negeri kita akan makmur dan sejahtera, meskipun butuh waktu yang panjang untuk menata dan membenahi.

Akhirnya semoga catatan ini menjadi sesuatu yang dapat menambah sikap kritis kita terhadap persoalan yang terjadi di negeri kita saat ini. Dengan harapan ada perbaikan setiap saat, tidak semata berganti rezim berganti penguasa setiap lima tahun sekali. Tetapi justru masyarakat tentap menderita dalam ketidak pastian dan kesengsaraannya. (TM)