Apindo: Tidak Benar Swasta Kuasai Pengusahaan Sumber Daya Air

Sabtu, 12 Januari 2019

INHILKLIK.COM, BANDUNG - Kisruh tentang swasta menguasai sumber daya air itu adalah persepsi yang keliru. Sebab  dalam pengusahaan air oleh industri, harus ada izin yang ketat. Ada paling tidak 21 syarat yang ketat bagi pelaku industri dalam pengusahaan air.

Rachmat Hidayat anggota Apindo yang juga ketua Asosiasi Air Minum (Aspadin) menyatakan hal itu dalam  diskusi panel tentang masa depan pengelolaan Sumber Daya Air yang digelar oleh Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI) di kampus ITB, Bandung, 10 Januari 2019.

“Salah satu syarat yang ketat adalah , swasta wajib memperbarui izin yang expired setiap 2 sampai 3 tahun sekali,” kata Rachmat dalam diskusi yang dihadiri oleh sekitar 200-an orang dari kalangan akademisi, asosiasi, pelaku industri, dan pemerintah ini.

Dalam rilis yang diterima Inhilklik.com, menurut dia, yang menjadi perhatian di RUU SDA yang tengah dibahas oleh Komisi V DPR RI itu antara lain pada pasal 47 yang menyebutkan , bila mau mengusahakan air, maka swasta  harus mau bekerja sama dengan BUMN/BUMD, dilarang menutup atau  memagari kawasan pengusahaan air, menyamakan air perpipaan SPAM dengan Air Minum Dalam Kemasan  (AMDK).

“Jika pengusahaan Izin hanya diberikan pada BUMN/BUMD. Lalu dimana peran swasta?” tanya Rachmat.

Ia menilai,  tidak ada penguasaan SDA oleh swasta atau pelaku industri. Karena ketika industri terlibat dalam pemanfaat air, ia harus mengikuti aturan main yang ketat. Mulai dari mengurus  Izin Lokasi, UKL/UPL atau AMDAL, hingga  izin usaha.

Tak hanya itu, industri juga harus memiliki  SIPA (surat izin pengusahaan air) yang dikeluarkan oleh Badan Perizinan Provinsi  atau Kementerian Pusat. Juga ada proses konsultasi publik ke masyarakat sekitar terkait rencana  pengajuan izin pemanfaatan air

Rachmat mengatakan, aturan main yang harus diikuti oleh industri antara lain, setiap bulan ia wajib  melaporkan penggunaan air  kepada dinas ESDM/PSDA dan dispenda. Dalam perizinan juga, industri harus melakukan konservasi di daerah hulu (recharge area), membuat sumur imbuhan (sumur resapan, membuat sumur pantau (guna memantau muka air tanah), melaporkan penggunaan air.

Dalam hal pengawasan, lanjut Rachmat, industri dipantau berkala oleh dinas teknis (dispenda, ESDM, BLH), dimonitor juga oleh DPRD dan instansi lainnya (insidentil), diwajibkan memasang meteran air pada setiap sumur pengambilan air dan meteran air secara berkala dikalibrasi.

“Dalam pengusahaan air tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tapi juga  dibutuhkan peran  industri. Kehadirin industri bukan untuk menguasai, tapi mengusahakan adanya AMDK untuk melayani kebutuhan air pada masyarakat,” kata Rachmat. 

Staf khusus Kementerian PUPR Firdaus Ali menambahkan, peran swasta dibutuhkan karena negara terkendala hambatan fiskal. Jadi yang diatur adalah bagaimana negara hadir pengelolaan SDA, agar tidak ada yang termarginalkan dan terzolimi.

Negara, lanjut dia, harus  menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan poko sehari-hari. Tapi, penguasaan negara atas sumber daya air diselenggarakan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan.

“Saat ini, kita membutuhkan payung hukum, regulasi yang adil, tertib, bermanfaat, dan berkelanjutan,”  kata Firdaus Ali. (*)