Kanal

PKS Sudah Lama Dipacari tapi Gerindra Pilih Nikahi Demokrat: Itu Menyakitkan!

INHILKLIK.COM, JAKARTA – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ibarat kekasih yang super merana hatinya. Pasalnya, Gerindra tak kunjung melamar dan menikahinya.

Padahal, kisah cinta, asmara dan masa pacaran antara Gerindra dan PKS sudah berlangsung cukup lama.

Sayangnya, sampai kini, hubungan pacaran itu masih juga belum berakhir dengan sebuah pinangan.

Demikian diibaratkan pengamat politik dari Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno kepada Kantor Berita Politik RMOL (Jawa Pos Grup/PojokSatu), Rabu (1/8/2018).

Akibat hubungan yang masih tanpa status itu, membuat PKS mengancam akan meninggalkan Gerindra di Pilpres 2019 mendatang.

Menurut Adi, ancaman yang dikeluarkan PKS itu dinilainya sebagai sebuah hal yang wajar.

Mengingat, kekecewaan ternyata lebih memilih Demokrat sebagai parpol koalisi utamanya.

Sementara PKS sebagai kekasih ‘lama’, malah tak mendapat perhatian sewajarnya.

“Sudah lama pacaran tapi Gerindra malah nikah sama Demokrat. Tentu menyakitkan bagi PKS,” ujarnya.

Dalam analisanya, sangat wajar pula PKS memiliki harapan besar kepada Gerindra.

Yakni memilih salah satu dari sembilan kader yang sudah sejak awal disodorkan untuk dipilih Prabowo Subianto sebagai cawapres.

Hanya saja, lanjutnya, PKS tentu dalam kondisi serba dilematis jika benar memutuskan hengkang dari koalisi ‘Kertanegara’.

“Sekarang PKS dilematis. Sakit hati ditinggal Gerindra, tapi gak mungkin ke Jokowi,” hematnya.

Salah satu alasan utamanya adalah, partai pimpinan Sohibul Iman itu sudah terlajur berkampanye anti Jokowi.

“Karena terlanjur kampanye ganti presiden. Simalakama yang cenderung mempesulit diri sendiri,” jelasnya.

Untuk diketahui, sebelumnya Direktur Pencapresan PKS Suhud Aliyudin mengancam akan meninggalkan Gerindra.

Opsi utama yang dipertimbangkan adalah abstain di Pilpres 2019 mendatang jika tak ada kadernya jadi cawapres dalam koalisi bersama Gerindra, PAN dan Demokrat.

“Itu salah satu opsi yang mungkin diambil kalau memang situasinya tidak memungkinkan, tapi itu tergantung pembahasan pimpinan DPP dan Majelis Syuro,”

“Kira-kira sikap resmi PKS itu seperti apa ketika ada nama lain yang diusulkan,” kata Suhud.

Karena itu, Suhud juga menagih komitmen mantan menantu Presiden Soeharto yang akan meminang salah satu kadernya sebagai cawapres.

Salah satu alasan yang dikemukakan Suhud adalah, koalisi PKS-Gerindra sudah dibangun sejak lama.

Selain itu, juga sudah ada kesepakatan antara Prabowo dengan Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al-Jufri.

Bahwa pada Pilpres 2019 Partai Gerindra mengusung capres dengan figur cawapres dari internal PKS.

“Berdasarkan itu, maka penambahan anggota koalisi Demokrat atau PAN, itu harus memperhatikan aspek tersebut,” beber Suhud.

Suhud melanjutkan, Prabowo memang sebaiknya memilih cawapres dari PKS, bukan dari partai lain, termasuk Demokrat.

Pasalnya, nama kader PKS, Salim Segaf, bersama Ustaz Abdul Somad masuk dalam ijtima ulama dan rekomendasi majelis syuro untuk jadi bakal cawapres Prabowo.

“Ini harus dipertimbangkan serius keinginan dari umat. Ini tidak bisa dianggap main-main,” katanya.

“Karena kalau ini tidak disikapi secara tepat bisa menjadi blunder bagi Pak Prabowo dan Gerindra,” tutup Suhud. (pojoksatu)

Ikuti Terus InhilKlik

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER