Kanal

AJI Kecam Media Pendukung Capres-Cawapres

Televisi swasta/Internet
INHILKLIK.COM, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam praktek jurnalisme yang memihak pada calon presiden dan wakil presiden tertentu dalam pemberitaan. "Paling mencolok adalah keberpihakan media televisi yang dimiliki pimpinan partai politik yang menjadi bagian pendukung calon presiden," tulis AJI dalam siaran pers yang diterima Tempo, Rabu, 4 Juni 2014.

AJI menyebutkan dukungan terhadap calon presiden tertentu itu membuat ruang redaksi tak ubahnya markas tim sukses. Menurut AJI, hal itu melanggar hak publik atas informasi yang obyektif, akurat, dan berimbang.

"Praktek jurnalisme partisan itu mengingatkan kita pada praktek jurnalisme masa Orde Baru di mana pers acap dijadikan corong propaganda penguasa politik dan gagal menjalankan fungsinya sebagai elemen kontrol sosial," kata AJI. "Pemilik dan wartawan partisan semakin dianggap wajar dalam praktek bermedia."  

Pada Mei 2014, Komisi Penyiaran Indonesia telah memperingatkan lima stasiun televisi yang dinilai tak netral dalam soal pemilihan presiden, yakni TV One, RCTI, Global TV, MNCTV, dan Metro TV.  Pada April 2014, lima stasiun televisi itu dan empat lainnya, yakni TransTV, Trans7, Indosiar, dan TVRI, mendapat teguran lantaran menyiarkan iklan kampanye yang tak sesuai dengan batas maksimum waktu siaran. (Baca:Soal Berita Pemilu, Dewan Pers Soroti Empat Stasiun TV)

Seperti diketahui, beberapa stasiun televisi di Indonesia memang berafiliasi dengan partai politik tertentu. TV One, misalnya, dimiliki Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Metro TV dimiliki Ketua Umum Partai NasDem, sedangkan RCTI, Global TV, dan MNCTV dimiliki Hary Tanoesoedibjo yang sempat bergabung dengan Partai Hanura. Bahkan KPI secara khusus pernah menegur RCTI dan Global TV karena menyiarkan program Kuis Kebangsaan dan Kuis Indonesia Cerdas yang kental dengan nuansa iklan politik. 

Namun imbauan, peringatan, dan teguran yang datang bertubi-tubi terbukti tidak membuat pimpinan stasiun televisi ataupun pemiliknya berubah. Publik menilai pemilik dan pengelola stasiun televisi tersebut melecehkan aturan, bahkan meremehkan KPI sebagai regulator penyiaran. Karena itu, AJI merekomendasikan pencabutan izin frekuensi stasiun televisi yang berulang kali melanggar netralitas atas persetujuan KPI dan Dewan Pers. | tempo
Ikuti Terus InhilKlik

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER