Kanal

Membumikan Kembali Tunjuk Ajar Melayu Dalam Bingkai Keindonesiaan

Ilustrasi/Net
Oleh:  Iswandi 
(Anggota Ikatan Pelajar Riau Yogyakarta IPRY-Komisariat INHIL)

Duduk di rumah menjaga marwah
duduk di negeri menjaga budi
duduk mufakat menjaga adat
duduk musyawarah menjaga lidah
duduk beramai menjaga perangai
duduk di belat menjaga sifat


Demikianlah butir-butir penggalan yang terdapat dalam tunjuk ajar Melayu yang menunjukkan prilaku pentingnya menjaga nilai etika, sebuah prilaku yang menunjukkan kehalusan budi dengan penghormatan yang sungguh halus. Konstruksi tunjuk ajar serta penggalan butir-butirnya diatas tidak hanya menunjukkan pada relasi horizontal atau semata-mata penghormatan dalam bingkai kultural namun telah menjadi petunjuk bagi tata pergaulan masyarakat, seperti menjaga persaudaraan atau mendahulukan musyawarah sebelum bertindak. Hampir tak ditemukan isi butir-butir dalam tunjuk ajar yang menunjukkan kecongkakan, kekerasan, dan kesukaan dalam berperang.

Satu dasawarsa setelah reformasi 1998, Indonesia tampil sebagai kampiun kebebasan dan demokrasi bagi dunia Islam dan negara-negara di Asia Tenggara. Ini keberhasilan yang mencengangkan. Dilihat dari pengalaman transisi di Indonesia, baru kali ini demokrasi berjalan satu dasawarsa lebih. Negara Demokrasi yang Belajar seakan susul menyusul dengan kekerasan yang menyertai jatuhnya Orde Baru pada 1998. 

Aparat keamanan, yang dahulu menjadi rangka-baja rezim, terbelah, mengalami demoralisasi, dan tak kuasa menghentikan konflik-konflik tersebut. Sudah begitu, sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam pula—agama yang sering dinilai tidak selaras dengan demokrasi. Akan tetapi, Indonesia berhasil mengatasi berbagai rintangan dan kejanggalan tersebut. 

Disatu sisi demokrasi di Indonesia menciptakan ruang-ruang kebebasan seperti berpendapat, berekspresi dan lain sebagainya. Tetapi di sisi yang lain kita bisa melihat kenyataan di lapangan! Kekerasan antar agama, perilaku diskriminatif terhadap minoritas, perampasan tanah rakyat, kebijakan-kebijakan yang tidak memihak pada rakyat, penegakan hukum yang tebang pilih, termasuk korupsi yang kian merajalela di kalangan elite, hanya sebagian kecil dari begitu banyaknya perilaku-perilaku yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila.

Jika hal ini dibiarkan terus, bukan tidak mungkin jika suatu saat nanti, bangsa ini akan kolaps. 
Dalam kondisi yang demikian, maka kita perlu meninjau kembali keberadaan nilai-nilai tradisional yang terkandung dalam filosofi kebudayaan masyarakat. Salah satunya tercermin dalam tunjuk ajar Melayu, yang mengandung nilai etika, estetika dan sangat di junjung oleh masyarakat Melayu seperti dalam ungkapan adat hidup menjadi manusia, pahit manis sama dicecah, adat hidup berkaum bangsa, sakit senang sama dirasa, adat hidup diatas dunia, mencari kawan serta saudara, adat hidup berkaum bangsa, tolong menolong rasa merasa, jangan menjaga tiada lengah, bagi membagi di dalam susah. Kandungan isi ungkapan ini secara jelas menunjukkan sikap orang Melayu yang menganggap manusia seluruhnya bersaudara karena berasal dari nenek moyang yang sama, yakni Adam dan Hawa.

Oleh karenanya, setiap orang patut dan layak memelihara hubungan baik dan persaudaraan, tanpa memandang suku dan bangsanya. Prinsip inilah yang sejak dahulu dijadikan acuan bagi orang Melayu, sehingga mereka senantiasa hidup utuk mencari persahabatan dan memupuk perdamaian, saling menghormati, bersikap terbuka, dan selalu berprasangka baik sesama manusia. Prinsip ini pulalah yang menyebabkan orang yang datang ke bumi Melayu senantiasa disambut dengan “muka yang jernih dan hati yang suci” yang selanjutnya menumbuhkan keakraban, persatuan tali darah (nikah kawin), dan sebagainya. Hubungan ini juga yang lambat laun melahirkan masyarakat Melayu yang majemuk dengan kebudayaan yang beragam.

Membumikan kembali tunjuk ajar Melayu, merupakan tawaran pilihan yang cukup realistis dalam menghadapi carut-marut persoalan bangsa saat ini. Karena kemajua-kemajuan yang diraih bangsa ini, yang bercorak modern tidak selalu sinkron dengan karakter kebudayaan masyarakat Indonesia yang masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan. ###
Ikuti Terus InhilKlik

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER