Pulau Basu, Suku Laut dan Tradisi Menongkah Kerang di Negeri Seribu Parit

Rabu, 25 November 2015

post

Pemukiman Suku Duano dan Pulau Arang Bakau yang diambil dari ketinggian sekitar 40 meter. Foto: Abdul Ronny / tripriau

Inilah Kampung Sungai Bela, Indragiri Hilir. Pemukiman Suku Duano. Dahulunya suku ini hidup di kapal dengan mengarungi lautan. Foto: Abdul Ronny / tripriau
Melihat anak-anak Suku Duano mandi di pinggiran sungai. Foto: Abdul Ronny / tripriau
INHILKLIK.COM, TEMBILAHAN - Sebuah speedboat bermesin ganda 200 PK yang membawa kami baru saja bertolak dari pelabuhan di Kota Tembilahan, Indragiri Hilir. Menyusuri sungai Indragiri yang berwarna kecokelatan. Bergerak ke arah Timur menuju Selat Malaka. Tujuan kami, melihat kehidupan Suku Laut yang ada di Pulau Basu.

Suku Laut atau biasa juga disebut Duano ini merupakan suku asli yang bermukim di wilayah pesisir Inhil. Dulunya, mereka tinggal di dalam perahu. Menjalani hidup secara berpindah. Kini, mereka membangun rumah-rumah kayu di sepanjang pesisir Desa Sungai Bela, Kuala Indragiri.

Mengunjungi Pulau Basu dan melihat kehidupan Suku Duano merupakan salah satu destinasi wisata terbaik di Kabupaten Inhil. Tempat ini sudah menyajikan segalanya. Mulai dari wisata budaya hingga ekowisata.

Pulau Basu sendiri adalah salah satu pulau yang berada di Indragiri Hilir. Dari ibukota Tembilahan dapat ditempuh selama 1,5 jam perjalanan. Pulau ini memiliki luas lebih kurang 25.672,28 hektar, dengan hamparan pantai lumpur seluas 9.200 hektar. Sekeliling pulau dikelilingi dengan ekosistem hutan mangrove yang sebagian besar masih baik.

Nah, di Pulau Basu inilah Suku Laut tinggal. Mereka menggantungkan hidup dengan sektor perikanan. Mencari ikan dan udang.

Speedboat kami terus melaju meninggalkan dermaga. Aktivitas bongkar muat di sekitar pelabuhan mulai lenyap dari pandangan. Berganti dengan pemandangan rumah-rumah kayu yang berdiri di sepanjang sungai.

Speedboat yang kami tumpangi syarat dengan muatan. Ada 20an penumpang hari itu. Saban hari speedboat ini melayani rute Tembilahan-Sungai Bela. Speedboat ini juga mengangkut berbagai kebutuhan logistik dari Kota Tembilahan. Mulai dari sembako hingga minyak tanah.

Logistik ini akan didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan harian masyarakat yang bermukim di wilayah perairan di kabupaten berjuluk Negeri Seribu Parit ini. 


Speedboat yang kami tumpangi terus melaju kencang di atas permukaan sungai Indragiri yang tenang. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan berupa pohon nipah, burung elang, hingga deretan hutan bakau. Sesekali kami berselisih jalan dengan kapal-kapal dan perahu nelayan.


Menongkah Kerang Hingga Melihat Anak-anak Bermain di Jerambah

Menjelang sore, kami sampai di tempat tujuan. Speedboat merapat di sebuah dermaga kecil milik orang Laut.

Pemukiman Suku Laut ini sangat unik. Seluruh bangunannya terbuat dari kayu. Sementara atapnya terbuat dari Rumbia. Tiap rumah terhubung oleh jembatan kayu yang biasa disebut Jerambah. Ada 2000 KK yang mendiami pemukiman ini.

‘’Suku Laut itu dulunya hidup mengembara di lautan lepas dengan menggunakan kapal. Sekarang tinggal di daerah-daerah pesisir pulau,’’ kata Saini, ketua RT di kampung ini.

Kami tinggal di rumah orang Laut selama beberapa hari. Menikmati keindahan, keunikan serta kearifan lokal komunitas ini.

Mulai dari aktivitas mencari udang nenek, membuat arang dari tanaman bakau, mencicipi kuliner nasi lemak hingga menyantap hidangan laut semisal, ketam, kepiting maupun udang. Kami juga menyaksikan proses pengolahan ikan asin perak, hingga melihat anak-anak bermain di jerambah.

Kami terkesima dengan Pulau Basu atau dikenal oleh masyarakat lokal dengan Pulau Bakung. Hutan Bakau, pantai lumpur danau air hitam, hingga burung migran dari Australia menjadi daya tarik dari tempat ini.

Kami juga mengagumi Bluwok. Burung putih susu bernama latin Mycteria Cinerea. Ini spesies burung langka yang mendiami Pulau Basu.

Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah organisasi dunia untuk konservasi alam, populasi burung ini diperkirakan hanya tinggal 2 ribu ekor di dunia. Artinya, spesies ini sedang terancam punah.

Menongkah Kerang merupakan keunikan lainnya yang kami temukan pada Suku Laut.  Menongkah kerang ini merupakan tradisi mencari kerang khas orang-orang Duano. Ini tradisi paling terkenal dari suku Duano.


Menongkah Kerang adalah cara atau teknik yang digunakan suku Laut dalam menangkap kerang di area berlumpur. Mereka menggunakan sebilah papan (Tongkah) sebagai tumpuan sebelah kakinya dan tempat mengumpulkan kerang yang sudah ditangkap. Sementara, sebelah kakinya lagi berfungsi sebagai pengayuh tongkah.

Menurut catatan, Tongkah ini biasanya terbuat dari belahan kayu besar dalam keadaan utuh.  Tapi, tak jarang pula Tongkah terdiri dari gabungan bilah-bilah papan. Panjangnya berkisar antara 2-2,5 meter dengan lebar 50-80 cm dan ketebalan 3-5 cm. (*)


 Penulis: Rio Sunera / Trip Riau