Mantan Ketua DPRD Riau Suparman Tolak Hak Politiknya Dicabut

Senin, 13 Februari 2017

Suparman (Foto/Int)

INHILKLIK.COM, PEKANBARU - Terdakwa dugaan suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2014 dan APBD murni 2015, Suparman menyatakan keberatan hak politiknya dicabut.

"Saya terdakwa juga ada haknya, kenapa hak politik saya dengan mudah diambil begitu saja. Kalau berdasarkan pelanggaran hukum sesuai saya ikhlas, kalau umpamanya hanya selentingan dugaan dan kira-kira saja tentu saya membela diri," kata Suparman.

Suparman terjerat kasus ini ketika menjadi Anggota DPRD Riau. Setelah itu, dia menjabat Ketua DPRD Riau lalu mundur ikut pemilihan kepala daerah Kabupaten Rokan Hulu 2015 dan terpilih. Namun setelah itu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan beberapa saat setelah dilantik.

Dalam persidangan dia jadi terdakwa bersama Ketua DPRD Riau kala pembahasan APBD itu yakni Johar Firdaus. Dalam tuntutan jaksa Johar dituntut enam tahun dan Suparman empat tahun enam bulan. Selain itu, tuntutan lainnya adalah dicabut hak politik selama lima tahun setelah menjalani hukuman.

Kuasa Hukum Suparman, Eva Nora juga menyatakan menolak segala dakwaan dan tuntutan jaksa termasuk dicabutnya hak politik.  Itu karena menurutnya terdakwa bukanlah tahanan politik.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tri Anggoro Mukti menegaskan pihaknya tetap pada tuntutan itu karena sudah ada alasannya serta sudah mempertimbangkannya secara proporsional. Itu hanya lima tahun katanya setalah menjalani masa hukuman, lebih dari itu dia bisa berpolitik.

"Saya kira kita sudah punya pengalaman dengan sanksi politik itu seperti kasus La Ode, Anas Urbaningrum, Joko Susilo. Semuanya ada kaitan politik," katanya.

JPU juga menuntut agar kedua terdakwa dijatuhi denda masing-masing sebesar Rp200 juta, subsidair pidana kurungan pengganti selama tiga bulan, dengan perintah agar para terdakwa tetap dalam tahanan.

Menurut JPU, berdasarkan fakta persidangan sudah bisa dinyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama, melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomot 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pembatalan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (snj)