post
INHILKLIK.COM, TEMBILAHAN - Untuk melawan lupa, satu tahun pasca peristiwa 'Pungkat Kelabu', masih menyisakan trauma dan tanda-tanda masyarakat atas penyelesaian kasus ini. Mereka meminta pihak terkait tuntas menyelesaikan berbagai dugaan berbagai penyimpangan, mulai dari proses pemberian perizinan kepada perusahaan sawit ini dan aksi lain yang merugikan masyarakat dan lingkungan hidup lainnya. "Masih trauma lah pak, kejadian seperti itu tidak pernah terlintas dalam benak masyarakat Pungkat. Aparat bersenjata lengkap menyerbu kami, sampai banyak warga yang lari ke dalam hutan sampai berbulan-bulan, "ungkap salah seorang warga Pungkat, baru-baru ini. Sekedar mengingatkan, berdasarkan laporan Gerakan Rakyat Menolak PT Setia Agrindo Lestari (Surya Dumai Grup), kejadian tragis ini bermula dari aksi pembakaran 9 unit alat berat milik PT SAL oleh warga akibat tidak adanya kejelasan tindaklanjut mereka atas penguasaan lahan masyarakat dan pengrusakan kawasan hutan kepada pemerintah dan pihak terkait. Sampai akhirnya, Rabu (6/8/14) lalu, sekira pukul 06.00, sekitar 200 personil Polres Inhil dan Brimob Polda Riau, ikut juga Satpol PP Pemkab Inhil 'mendarat' di Desa Pungkat untuk menangkap warga yang diduga sebagai pelaku dan disebut ingkar dari panggilan kepolisian. Personil membawa senjata laras panjang, memakai helm, pentungan dan perisai ini langsung menuju rumah-rumah penduduk. Akibatnya, mulai dari pria dewasa, wanita dan anak-anak terpaksa melarikan diri kedalam hutan. Warga yang tidak ikut melarikan diri, kemudian dikumpulkan di tanah lapangan. Di tengah lapangan itu, satu persatu warga ditangkap setelah salah seorang polisi membacakan daftar nama-nama dari ponsel. Bila nama-nama dalam daftar tak ditemukan, polisi langsung mendatangi rumah. Menggeledah, masuk paksa, merusak rumah bahkan menodongkan senjata ke muka warga.Mereka menggeledah, mengintimidasi, menginterogasi, bahkan menodongkan senjata kepada warga, mulai dari anak-anak, wanita, hingga orang tua yang lagi sakit. Banyak warga mengaku trauma dan mengalami kejadian yang sulit dilupakan, bahkan mungkin seumur hidup mereka. Suasana desa saat itu dicekam ketakutan. Saking takutnya, mendengar speedboat melintas di sungai dan helikopter terbang di udara saja, warga sudah kabur ke dalam hutan. Kejadian ini menyebabkan dua warga mengalami gangguan jiwa. NH, perempuan, 18 tahun tak bisa mengenali kedua orangtuanya dan sering berteriak dari dalam rumah. SH, pria 27 tahun, hanya mengurung diri di kamar. Selama beberapa hari polisi menginap di Desa Pungkat, mereka terus memburu tersangka yang kabur. Kebijakan keluar dari Desa Pungkat Sabtu (9/8/14) lalu, setelah tim investigasi PWI, KNPI dan LSM PERAN Inhil datang ke desa ini. Akhirnya, polisi menetapkan 21 tersangka, yaitu Amronsyah, Zumarli, Ari Susanto, Dedi, Pauwadi, Wardan Ibrahim, Arisman Dianto, Usman, Samsuri, dan Muhammad Aini. Lalu, Hamdalis, Ahmad Zunaidi, Rasidi, Mistar, Yusrizal, Sahrun, Zol Azmi, Amril, Anasri, M Idris dan Efendi. Pada 15 Oktober 2014, mereka didakwa membakar alat berat. Pada Desember 2014, Pengadilan Negeri Tembilahan memvonis mereka enam bulan penjara. Setelah kejadian ini, PT SAL tetap beraktifitas, tidak mengindahkan, bisa dikatakan melecehkan 3 surat penghentian sementara sampai permasalahan ini dapat diselesaikan, surat pertama dari BPPMPD Inhil, Asisten I dan terakhir Bupati Inhil , HM Wardan. Aksi perusahaan ini mendapat sorotan dari berbagai kalangan terutama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), sampai turunnya media nasional melakukan liputan langsung ke lapangan. Setelah berita ini muncul massif di media lokal dan nasional, barulah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menurunkan tim ke lokasi. Terakhir kasus Pungkat ini juga menarik LSM lingkungan internasional asal Jepang, Japan Tropical Forest Action Network (jatan) juga melakukan investigasi ke Desa Pungkat baru-baru ini. "Kami juga ingin tahu solusi berbagai kasus atas kerusakan lingkungan hidup dan kawasan gambut oleh PT SAL ini," sebut Asmar, tokoh masyarakat Pungkat. (riauterkini)