Bupati Banyuwangi Azwar Anas Ngamuk Usai Mendengar SMPN 3 Genteng Tolak Siswi Non Muslim

Kamis, 20 Juli 2017

INHILKLIK.COM, BANYUWANGI - Diskriminasi terjadi dalam proses Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) di SMPN 3 Genteng, Banyuwangi.

Seorang siswi, NWA, warga Kecamatan Genteng tak bisa masuk sekolah yang menerimanya, lantaran harus memakai jilbab padahal dia seorang non muslim.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar kaget dan marah begitu mendengar informasi ini.

Anas langsung meminta Kepala Dinas Pendidikan daerah setempat untuk membatalkan aturan wajib berjilbab yang diterapkan berdasarkan inisiatif pimpinan SMPN 3 Genteng itu.

Tak hanya itu, Bupati Anas meminta kepada Diknas Banyuwangi untuk memberikan sanksi dan evaluasi kepada Kepala Sekolah sekolah tersebut.

Menurut Anas, aturan atau regulasi khusus di SMPN 3 Sempu itu dinilainya diterapkan secara serampangan karena tanpa melihat latar belakang agama siswa, sehingga berpotensi mendiskriminasi pelajar beragama selain Islam

"Saya dapat info itu kaget sekali. Saya telepon Pak Sulihtiyono (kepala dinas pendidikan), dan minta itu dicek.

Ternyata itu aturan inisiatif pimpinan sekolahnya.

Terus terang saya kecewa.

Kita ini pontang-panting jaga kerukunan umat, kok masih ada paradigma seperti ini.

Kalau berjilbab untuk pelajar muslim kan tidak masalah, tapi ini diterapkan secara menggeneralisasi tanpa melihat latar belakang agama pelajarnya.

Saya sudah minta batalkan aturan itu. Batalkan detik ini juga," tegas Anas kepada sejumlah wartawan, Minggu (16/7/2017).

Anas menambahkan, penerapan aturan ini bakal menjadi pertimbangan serius bagi dirinya untuk mengevaluasi kinerja kepala sekolah.

"Saya minta kepala dinas untuk mengkaji pemberian peringatan dan sanksi kepada pimpinan sekolah yang menerapkan aturan itu," tegas Anas.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sulihtiyono mengatakan, pihaknya sudah menginstruksikan kepala sekolah untuk menghapus aturan itu.

"Sesuai perintah Bupati Anas, kita instruksikan kepala sekolah untuk menghapus aturan itu saat ini juga," kata Sulihtiyono.

Kejadian kurang mengenakkan yang menimpa NWA, salah seorang pelajar perempuan dari Kecamatan Genteng.

Pelajar itu urung masuk SMPN 3 Genteng karena ada aturan pewajiban seluruh siswi mengenakan jilbab tanpa terkecuali.

Sulihtiyono menjelaskan, terdapat tiga skema pendaftaran siswa baru.

Yang pertama sistem zona dan siswa dari keluarga kurang mampu.

Kedua, pendaftaran berbasis online.

Ketiga, jalur minat, bakat, dan prestasi.

NWA mendaftar melalui online dengan dua pilihan, yaitu SMPN 1 Genteng dan SMPN 3 Genteng.

Yang bersangkutan kemudian diterima di SMPN 3 Genteng, namun urung masuk karena adanya aturan pewajibab berjilbab.

Akhirnya NWA mencoba melalui jalur minat, bakat, dan prestasi, sehingga diterima di SMPN 1 Genteng.

"Pelajar yang bersangkutan sudah diberi penjelasan tetap bisa diterima di SMPN 3 Genteng, karena aturan sudah dibatalkan atas perintah Pak Bupati.

Tapi tetap memilih SMPN 1 Genteng.

Kami memohon maaf atas kejadian ini, dan saya pastikan tidak akan ada lagi permasalahan serupa terjadi di kemudian hari," tegas Sulihtiyono.

Orang Tua Siswa Kecewa

Dugaan diskriminasi itu diketahui, saat orang tua siswi tersebut datang untuk pendaftaran ulang ke SMP 3 Genteng.

Saat akan menebus uang seragam, Timotius Purno Ribowo, orang tua WNA disodori bahan kain untuk segaram berhijab.

Kontan saja hal tersebut ditolak.

Penolakan ini kemudian mengungkapkan jika sekolah tersebut tidak menerima siswa-siswi non muslim.

"Panitia PPDB bilang bahwa SMPN 3 Genteng, tidak menerima siswa non Muslim.

Lah ini kok pilih-pilih gini.

Bukannya sekolah negeri tidak bleh seperti ini," ujar Timotius kepada detikcom.

Kejadian tersebut membuat Timotius melaporkan hal tersebut ke Dinas Pendidikan (Diknas) Banyuwangi.

Diknas Banyuwangi kemudian mencarikan solusi untuk agar NWA bisa bersekolah.

NWA diterima di SMP 1 Genteng melalui jalur prestasi mandiri minat dan bakat.

"Dari Dinas Pendidikan anak saya direkomendasi untuk masuk SMP Negeri lain.

Saya hanya berharap kejadian seperti ini tidak terjadi lagi, karena negara kita ini adalah negara Pancasila, jadi tidak sepatutnya sekolah negeri mempunyai aturan seperti itu," pungkasnya. (bcmd)