Jahanam Baru Flakka

Ahad, 17 September 2017

INHILKLIK.COM, JAKARTA -  Ada flakka. Narkoba jenis baru. Kasus narkoba baru mengemuka ketika munculnya kasus puluhan remaja yang mengalami gangguan mental dan kejang-kejang di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Rabu, 13  September 2017.

Dari data yang diperoleh VIVA.co.id, para korban ini setidaknya berjumlah 30-50 orang. Mereka dirawat di tempat berbeda-beda antara lain RSJ Kendari, RSUD Kendari, RS Bhayangkara Kendari, RS Korem 143 Kendari, dan RSUP Bahteramas.

Di RSJ jumlahnya mencapai sebelas orang, RS Korem dua orang, RSUD Abunawas seorang, RS Bhayangkara empat orang, RSUP Bahteramas dua orang, dan sisanya di sejumlah puskesmas.

Badan Narkoba Nasional memang belum memastikan penyebabnya. Namun, setelah melakukan penyelidikan, mereka menduga para remaja itu mengalami kondisi seperti itu usai mengonsumsi narkoba jenis baru, Flakka. Meskipun belakangan, Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Polisi Arman Depari mengemukakan pernyataan berbeda.

Kepala BNN Kendari, Murniaty, menginformasikan flakka adalah narkoba yang bahannya dicampur dari berbagai merek obat atau beberapa jenis narkoba. Dia mengakui institusinya tengah menyelidiki peredaran barang jahannam tersebut.

Untuk kasus di Kendari, Murniaty menyatakan para korban ada yang meracik dan meminum sendiri. Sementara korban lain diberi oleh seseorang yang identitasnya masih ditelusuri.

"Obat yang diminum ini sejenis Flaka, yang campuran dari Somadril, PCC (Paracetamol Cafein Carisoprodol) dan Tramadol," ujarnya.

Sementara itu, Direktur RSJ Kendari, dr Abdul Razak, membenarkan apa yang dialami para remaja itu diakibatkan oleh obat-obatan atau benda yang bersifat obat. Dia setuju mereka mengalami gangguan mental akibat obat-obatan bukan menderita penyakit mental.

Efek yang ditimbulkan

Salah satu korban berinisial HN, 16 tahun, menceritakan efek flakka pada dirinya. Setelah minum obat-obatan itu, dia  sempat tak sadarkan diri.

Lalu, ia merasa ingin berbuat apa saja dan seakan terbang. Dia juga merasa perasaan itu biasa saja tetapi orang lain yang melihatnya menganggap berbahaya.

"Saya minum ada dua jenis obat. Saya racik sendiri dan saya minum. Jumlahnya ada tujuh butir," kata Hari sambil berbaring dengan kaki dan tangan diikat.

Kejadian lebih buruk ditemukan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Kamis, 14 September 2017. Satu korban bernama Reksi Indra, meninggal akibat mengonsumsi narkoba jenis Flaka itu.

Reksi meminum flakka pada Rabu, sehari sebelumnya. Dia kemudian merasa kepanasan dan menceburkan diri di laut Teluk Kendari. Pemuda 20 tahun itu pun akhirnya tewas karena tenggelam.

Dari hasil pemeriksaan orang tua korban diketahui, sebelum menceburkan diri ke laut, Reksi mengalami gangguan mental, kejang-kejang, dan teriak-teriak hingga mengamuk.

"Dia lari dari rumah ke Teluk (Kendari). Dia lompat ke laut dari pagi sampai malam kemarin. Ada orang yang lihat hanya dianggap sedang berenang. Memang sebelum melompat ke laut dia sempat kejang-kejang dan mabuk," kata ayah Reksi, Abdul Rauf, ketika ditemui di Rumah Sakit Bhayangkara Kendari.

[Mengenai kronologis selengkapnya, baca berita ini: Efek Ngeri PCC Narkoba Flaka: Korban Melompat ke Laut].

Selain Reksi, korban lainnya juga berjatuhan. Mereka adalah N, seorang bocah berumur 12 tahun, meninggal dunia pada Selasa, 12 September 2017, kemudian Mulyadi, 18 tahun.

Kenyataan yang memilukan, ketiga korban itu tewas dengan cara serupa. Setelah mengonsumsi flakka, mereka mengalami gangguan mental, kejang-kejang, dan teriak-teriak hingga mengamuk. Lalu merasa kepanasan, menceburkan diri ke laut Teluk Kendari sampai akhirnya tewas.

Langkah BNN dan polisi

Badan Narkotika Nasional mengakui ada puluhan orang yang dilaporkan telah menjadi korban penggunaan obat PCC. Dari jumlah itu, ada di antara mereka yang meninggal dunia, mengalami halusinasi, gangguan mental dan kejang-kejang.

Namun, BNN belum mengetahui di mana peredaran obat PCC yang berbentuk pil tersebut. Kini, mereka sedang melakukan investigasi mendalam soal penyebarannya.

"Balai Laboratorium Narkotika BNN, BNNP dan BNNK sedang berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pusat dan BPOM wilayah setempat untuk memeriksa kandungan obat tersebut," kata Kepala Bagian Humas BNN Kombes Pol Sulistiyandri Atmoko, Kamis, 14 September 2017.

Lebih lanjut, Kepala BNN Komjen Budi Waseso memastikan bahwa narkotika jenis flakka sudah masuk Indonesia. BNN sudah membuktikannya melalui uji laboratorium.

"Kalau yang lalu kita masih ragu-ragu, tapi kemarin kita sudah nyatakan bahwa flakka sudah masuk ke Indonesia," ujar pria yang akrab disapa Buwas itu.

Dia sependapat bahwa flakka memiliki efek yang sangat luar biasa. Bahkan bisa membuat pemakai hilang kesadaran, seperti orang kesurupan.

Untuk itu, mantan Kabareskrim itu terus mengingatkan seluruh elemen masyarakat, baik dari kementerian atau lembaga maupun masyarakat, bersinergi memerangi narkoba.

"Karena ini sudah mulai masuk, kita harus antisipasi terhadap ancaman yang sekarang beredar. Dan ini pasti para pengedar dan pemakai adiktif mencari Flakka ini," kata dia.

Sementara itu, seolah tak ingin berlama-lama, aparat Kepolisian Sektor Mandonga, Kota Kendari, bergerak cepat dengan menangkap seorang perempuan berinisial ST di Jalan Kemuning, Kelurahan Watuwatu, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Rabu malam. Dia disangka mengedarkan obat jenis PCC yang menewaskan tiga remaja dan mencelakai 50 lainnya.

Tersangka ST diringkus saat hendak melancarkan aksinya mengedarkan obat PCC, yang reaksinya menyerupai Flakka. Polisi menyita ribuan butir obat dari perempuan berusia 39 tahun itu.

Peran orangtua, sekolah dan masyarakat

Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika atau Granat, Henry Yosodiningrat, juga turut menyampaikan pendapatnya mengenai beredarnya narkoba termasuk yang jenis flakka ini. Dia tidak membantah peredaran gelap penyalahgunaan narkoba sudah terjadi secara masif. Narkoba berbagai jenis beredar di mana-mana, merata di seluruh Indonesia.

"Tidak ada satu kecamatan pun, bahkan saya berani bilang desa, tidak ada satu pun desa yang aman," kata dia kepada VIVA.co.id, Kamis, 14 September 2017.

Dia menekankan peredarannya sudah bukan di kota-kota besar lagi melainkan di pedalaman, kampung-kampung. Dari anak-anak yang nggak punya uang sampai pakai kotoran kerbau.

"Apa itu, jamur ya," ujarnya.

Henry menegaskan saat ini Indonesia sudah dalam kondisi darurat narkoba. Oleh karena itu, peraturan perundangan yang ada yaitu Undang-Undang tentang Narkotika, tidak mampu untuk mengatasinya.

Dari 155 pasal tentang narkotik, lanjut dia, hanya sekitar 30-an pasal yang memberi kewenangan ke BNN untuk menyelamatkan bangsa. Selebihnya adalah kewenangan Kementerian Kesehatan dan Badan POM.

"Ada satu hal lagi yang lebih penting diketahui oleh publik. Ayo kita sama-sama mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan Perppu tentang narkotika. Karena presiden telah menyatakan bahwa Indonesia dalam kondisi darurat narkoba," kata dia.

Tak lupa, Henry juga mengimbau para orang tua, sekolah atau pendidik dan juga masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dan melindungi putra-putri dari ancaman narkotika. Mereka tidak boleh menyerahkan hanya kepada BNN atau polisi saja tetapi ini memang sudah menjadi tugas semua pihak. Meskipun tugas BNN juga polisi mensosialisasikan dan membangun kepedulian publik tentang bahaya narkoba.

"Masyarakat kita harus punya keberanian untuk memberikan informasi ketika mengetahui adanya peredaran narkoba. Kemudian masyarakat kita juga harus minimal secara kreatif mensosialisasikan bahaya ini dan melindungi sejauh mana yang dapat dilindungi minimal dari keluarganya sendiri seperti juga guru kepada anak didiknya dan sebagainya." (viva)