Pelajaran Penting Dari Kualifikasi Piala Dunia Tahun 2018

Kamis, 12 Oktober 2017

Babak kualifikasi Piala Dunia 2018 di berbagai zona telah berakhir. Selain tuan rumah Rusia, dari zona Eropa telah diketahui 9 kontestan lain yaitu Portugal, Perancis, Inggris, Spanyol, Jerman, Serbia, Islandia, Belgia dan Polandia.

Zona Conmebol (Amerika Selatan) telah memiliki empat wakil yaitu Brasil, Uruguay, Argentina dan Kolombia. Zona Asia (AFC) juga telah menyelesaikan kualifikasi dengan menempatkan Jepang, Iran, Korsel dan Arab Saudi di Rusia 2018.

Zona Concacaf diwakili Mexico, Kosta Rika dan Panama. Zona Afrika telah memastikan Nigeria dan Mesir untuk berlaga di Piala Dunia 2018.

Untuk melengkapi 32 negara kontestan Piala Dunia memang akan ada beberapa play-off yang melibatkan antar konfederasi dan sesama negara Eropa (UEFA). Play-off tersebut diantaranya Peru (Conmebol) vs Selandia Baru (OFC), Honduras (Concacaf) vs Australia (Asia) serta delapan negara Eropa yaitu Italy, Denmark, Swedia, Swiss, Croatia, Irlandia, Irlandia Utara dan Yunani.

Beberapa negara dengan tradisi sepakbola bagus, gagal ke Rusia diantaranya Belanda, Chile, Amerika Serikat, Kamerun dan Ghana.
Berdasarkan hasil kualifikasi Piala Dunia 2018, apabila dikaitkan dengan pengelolaan lembaga pendidikan (sekolah) dapat dipetik beberapa pelajaran, penting, yaitu:

1) Perlunya kerjasama dalam sebuah tim. Kegagalan Belanda di kualifikasi dan terseok-seoknya Argentina hingga harus menunggu partai terakhir untuk lolos mengindikasikan perlunya kerjasama dalam tim.

Belanda dan Argentina merupaka negara-negara dengan telenta yang luar biasa seperti Robben, Sneijder, Messi, Dybala, Dimaria dan lain-lain. Akan tetapi nama besar tersebut tidak menjamin bahwa negara mereka akan melangkah mudah di kualifikasi.

Dalam organisasi pendidikan (sekolah), kerjasama dari seluruh sivitas akademika sangat diperlukan. Sehebat apapun individu-individu di sekolah, tanpa kerjasama yang baik mustahil untuk mewujudkan visi secara optimal. Pembagian kerja yang jelas dan kerjasama akan menentukan tercapainya tujuan sekolah. Penempatan personalia yang sesuai dengan keahlian akan membuahkan kinerja yang optimal.

2.  Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dalam tim. Dalam sepakbola kepemimpinan dipegang oleh pelatih dan kapten kesebelasan di lapangan. Cristiano Ronaldo sukses menjadi pemimpin saat Portugal menuntaskan perlawanan Swiss di laga terakhir kualifikasi.

Begitu juga Lionel Messi yang sukses memikul beban berat ketika hattricknya membawa Argentina mengalahkan Ekuador di Quito. Hal yang sama juga dilakukan pelatih Hector Cuper yang membawa Mesir ke Rusia setelah terakhir berpartisipasi di Piala Dunia 1990.

Dalam lembaga pendidikan, kepala sekolah harus benar-benar memahami kondisi sekolahnya. Kepala sekolah harus mampu menjadi motivator ekstrinsik bagi seluruh civitas sekolah. Kepala sekolah harus menjadi panutan dan contoh bagi seluruh guru dan tenaga kependidikan.

Begitu juga guru yang mengajar di kelas, harus mampu mengelola kelas dengan baik sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan dengan optimal. Kepemimpinan yang kuat akan mampu membawa personil sekolah mewujudkan visi sekolah. Pemimpinan yang kuat adalah pemimpin yang mampu mengambil keputusan yang tepat pada situasi yang tepat untuk organisasinya.

3. Tidak mudah menyerah Mesir membutuhkan gol Mohamed Salah pada menit ke tiga perpanjangan waktu babak ke dua untuk lolos ke Rusia. Panama dengan semangat luar biasa mampu mengalahkan Kosta Rika di kandang sendiri. Kolombia dengan gemilang bisa menahan tuan rumah Peru di Lima untuk memastikan tiket terakhir zona Conmebol. Dalam dunia pendidikan, konsep tidak mudah menyerah lebih ditekankan dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas.

Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, tentu saja akan banyak terdapat rintangan dan halangan baik internal maupun eksternal. Kemajuan teknologi informasi dewasa ini mengharuskan sekolah cepat beradaptasi dengan perubahan dan menjadi motor perubahan tersebut.

Model-model baru dalam mengajar menjadikan guru harus mampu menerapkannya di kelas. Upaya inovasi harus terus dilakukan sekolah agar eksis di tengah persaingan yang semakin ketat.

4. Tidak takut dengan nama besar pesaing. Panama sukses menenggelamkan nama besar Amerika Serikat sehingga berhak lolos ke Rusia. Islandia negara yang hanya berpenduduk 300 ribu orang bisa mengalahkan Kroasia dan Ukraina di penyisihan grup zona Eropa.

Peru bisa menjadi utusan Conmebol di babak play-off mengalahkan Chile sang juara Copa Amerika 2015 dan Copa Centenario 2016. Negara-negara tersebut adalah negara yang tidak takut dengan nama besar negara lain.
Pesaing dalam lembaga pendidikan adalah sekolah lain yang sejenis. Sekolah yang satu harus memiliki perbedaan dan karakteristik tertentu yang menjadi pembeda dengan sekolah lain.

Tiap-tiap sekolah harus berpacu dan berkompetisi untuk menarik calon peserta didik dengan menawarkan program unggulan. Sekolah yang sudah maju bisa dijadikan partner kerjasama. Guru dan tenaga kependidikan tidak boleh lagi gaptek dan tertutup dengan perkembangan teknologi informasi.

5. Bersatu dalam perbedaan Perancis  adalah negara Eropa dengan pemain sepak bolanya berasal dari multi etnis dan ras. N'Golo Kante merupakan pesepakbola muslim keturunan Afrika. Begitu juga dengan Benzema yang keturunan Aljazair.

Jerman juga memiliki pemain "multinasional" seperti Mesut Ozil dan Emre Can  yang keturunan Turki. Sami Khedira keturunan Tunisia dan Jerome Boateng berdarah Ghana.
Di institusi pendidikan, para personalia sekolah boleh saja memiliki latar belakang yang berbeda. Perbedaan latar belakang suku, ras dan agama harus menjadi sumber kekuatan yang bisa saling mengisi dan menguatkan.

Ego pribadi dan ego kelompok harus ditekan dan kepentingan institusi di atas segala-galanya. Kemajuan tidak akan pernah diwujudkan jika mengedepankan perbedaan.(src)

Hardianto adalah Dosen FKIP Universitas Pasir Pengaraian