Sri Mulyani Dituding Bersekongkol Jatuhkan Jokowi

Kamis, 02 November 2017

INHILKLIK.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani disebut sedang melakukan persekongkolan jahat untuk menggerus elektabilitas Presiden Joko Widodo menjelang pilpres 2019.

Tudingan itu dilontarkan oleh Mantan Menkomaritim Rizal Ramli yang juga menyebut usaha menghancurkan citra Jokowi dilakukan lewat revisi UU tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Saya juga bingung, kadang-kadang prihatin. Apakah presiden mengerti atau enggak? Karena ini upaya dengan sengaja menggerogoti elektabilitas Pak Jokowi. Ini jelas upaya mendongkel dia, mengurangi elektabilitas dia,” ungkap Rizal.

Mengapa Rizal yakin dengan keterlibatan Sri Mulyani? Alasannya, kata Rizal, pasal yang membebani masyarakat dengan iuran tambahan atas lebih dari 60 ribu transaksi selain pajak dalam draf revisi itu merupakan usulan pemerintah.

Untuk memuluskan agenda menggerus elektabilitas Jokowi, lanjut Rizal Ramli, sang menteri “menyogok” DPR RI dengan anggaran pembangunan gedung baru senilai lebih dari Rp 5,7 triliun.

“Saya tidak mau suudzon. Menteri keuangan kita sudah menyepakati gedung DPR Rp 5,7 triliun di APBN 2018, itulah penjelasannya mengapa partai-partai diam. Dengan gedung DPR baru, mereka tidak peduli rakyat akan dibebani oleh berbagai iuran,” sesal dia.

Tidak cuma mengkritik, Rizal kemudian memberi jalan keluar. Ketimbang terus “memeras” rakyat, dia menyebut ada cara cerdas yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.

Yaitu, lanjut Rizal, dengan membuat RUU PNPB lebih fokus pada sumber daya alam. Artinya, PNPB hanya dibebankan kepada perusahaan tambang minyak dan gas bumi (Migas), batu bara, nikel, emas, tembaga dan banyak lagi.

“Itu akan berkali-kali dapatnya, daripada ngumpulin uang kecil yang didapat dari pendidikan, kesehatan, yang sebetulnya hak rakyat. Di mana tugas negara yang wajib menyediakan itu secara gratis,” papar Rizal.

Rizal juga meminta semua kelompok rakyat biasa, aktivis sampai akademisi maupun anggota DPR RI bersatu menolak pengesahan revisi UU PNPB yang diserahkan pemerintah sejak tahun 2012 itu.

“Kita lawan UU yang isinya pungutan enggak jelas ini. Sudah waktunya kita berpikir besar, termasuk bagaimana pemanfaatan sumber daya alam bisa betul-betul kita tingkatkan. Enggak ada artinya duit recehan ini. Saya mohon pemerintah berani juga sama yang besar, jangan cuma berani sama rakyat kecil,” tutur Rizal.

 

(pojoksatu.id)