Gara-gara Video Kesurupan, Sekeluarga Dituduh Parbegu Ganjang, Diusir dari Kampung

Jumat, 19 Januari 2018

INHILKLIK.COM, TAPANULI - Isu begu ganjang masih menjadi ancaman di beberapa daerah di Sumatera Utara. Teranyar, BS (35) bersama keluarganya terpaksa meninggalkan desanya karena desakan warga yang menuduhnya tukang santet (parbegu ganjang).

Ini terjadi pasca beredarnya video salah seorang warga yang sedang kesurupan sambil menuding BS, warga Dusun III, Desa Gonting Mahe, Kecamatan Sorkam, Tapanuli Tengah (Tapteng), seorang tukang sattet.

Informasi dihimpun, setelah beredarnya video kesurupan salah seorang warga berinisial MS (38), warga yang sama, ratusan warga pun heboh sehingga musyawarah diadakan di Balai Desa Gonting Mahe untuk menyelesaikan permasalahan tersebut pada Selasa (16/1/2018) sekira pukul 15.30 WIB. Pertemuan itu dihadiri Forkopimka Kecamatan Sorkam dan Kepala Desa Ginting Mahe Masri Hutauruk beserta personel TNI/Polri.

Kepala Desa Gonting Mahe Masri Hutauruk yang dikonfirmas, Kamis (18/1/2018) terkait hasil musyawarah yang digelar bersama masyarakat terkait tudingan terhadap BS menuturkan bahwa hasil musyawarah, BS terpaksa meninggalkan kampung sesuai desakan warga lainnya.

“Warga mendesak BS keluar kampung, itulah permintaan warga waktu itu. Selesai musyawarah, BS dalam pengamanan Polsek Sorkam dibawa ke Mapolsek dan sekarang BS sudah tidak ada di kampung. Kabarnya pergi ke arah Sibolga,” ujar Masri dilaporkan New Tapanuli.

Dijelaskan, tudingan parbegu ganjang terhadap BS berawal dari beredarnya video MS saat sedang kesurupan. Dalam video itu, MS yang tengah kesurupan menyatakan BS adalah parbegu ganjang, sehingga setelah video itu beredar maka warga pun heboh.

“Iya, awalnya dari video itu, kesurupan dia. Itulah membuat warga heboh,” ucap Masri.

Meski demikian, terkait bukti bahwa BS benar atau tidaknya tudingan itu, Masri menuturkan bahwa BS belum pernah ditemukan melakukan hal-hal aneh.

“Nggak ada bukti, bukan tertangkap basah dia melakukan hal-hal aneh, hanya karena video itu sajanya,” jelasnya.

Masri menambahkan, usai BS meninggalkan desa, warga juga mendesak agar keluarga BS ikut minggat dari desa itu, sehingga ia pun terpaksa membujuk keluarga BS untuk meninggalkan kediamannya untuk menghindari hal yang tidak diingingkan.

“Sudah pergi dia, datang lagi warga bilang samaku bahwa keluarganya masi di situ, dan disarankan biar disuruh pergi. Ya, untuk menjaga hal yang tidak kita inginkan, saya bujuk istrinya pergi dari situ, anaknya ada 3,” tuturnya.

Hingga saat ini, BS bersama dengan istri beserta 2 orang anaknya tidak berada di kediamannya lagi dan belum diketahui pasti sampai kapan BS tidak diterima tinggal di desa tersebut oleh warga.

“Di situ abangnyalah sama anaknya yang paling besar. Belum tau kita sampai kapan. Kita hanya ingin jangan sampai ada hal yang tidak diinginkan terjadi,” katanya.

Atas peristiwa itu, Masri mengimbau kepada warga Desa Gonting Mahe agar tidak cepat terpicu isu. Bila ada permasalahan diminta tidak melakukan tindakan anarkis dan melaporkan kepada pihak berwajib untuk penanganannya.

Kalau tindakan anarkis nggak ada. Itulah kita imbau, kalau ada masalah, sampaikan ke kita, kepada pihak berwajib untuk penanganannya, jangan sampai mengambil tindakan anarkis. Itu lah yang kita harapkan,” ucapnya.

Sejatinya, tuduhan begu ganjang ini pernah mengalami puncak mengerikan tahun 2010. Saat itu, 15 Mei, tiga orang sekeluarga di Kecamatan Muara, Tapanuli Utara, tewas dibakar oleh warga desa.

Tepatnya di Dusun Buntu Raja Desa Sitanggor, Kecamatan Muara, Gibson Simaremare, istrinya Riama br Rajaguguk (65) dan anaknya Lauren Simaremare (35), tewas dibakar hidup-hidup setelah dituding sebagai pemelihara begu ganjang.

Sementara itu, Tiur br Nainggolan yang merupakan istri Lauren Simaremare, kritis setelah ditikam warga. Polisi kemudian menetapkan 55 warga setempat sebagai tersangka dalam aksi penganiayaan ini.

 

Sumber: pojoksatu.id