Utang Luar Negeri RI Naik Lagi, Sekarang Rp 5.410 T

Rabu, 17 Oktober 2018

INHILKLIK.COM, JAKARTA - Utang luar negeri (ULN) Indonesia periode Agustus 2018 tercatat masih mengalami pertumbuhan. Data Bank Indonesia (BI) menyebutkan pertumbuhan terjadi karena adanya penarikan dana dari Asian Development Bank (ADB) untuk program kementerian di Indonesia. 

Komposisi ULN Indonesia terbagi dua yakni ULN swasta dan ULN pemerintah. BI menyebut jumlah utang masih sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Berikut ulasannya: 

 

1.Tembus Rp 5.410 Triliun

Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Agustus 2018 tercatat sebesar US$ 360,7 miliar atau setara Rp 5.410 triliun (kurs Rp 15.000). Jumlah ULN tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 181,3 miliar dan utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 179,4 miliar. 

Demikian dikutip dari keterangan tertulis Bank Indonesia (BI), Selasa (16/10/2018).

ULN Indonesia tumbuh 5,14% (year on year/yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang sebesar 5,08%. Pertumbuhan ULN Indonesia pada Agustus 2018 dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan ULN swasta di tengah melambatnya pertumbuhan ULN pemerintah dan bank sentral.

ULN pemerintah tumbuh melambat pada Agustus 2018. Posisi ULN pemerintah pada akhir Agustus 2018 tercatat 178,1 miliar dolar AS atau tumbuh 4,07% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 4,12% (yoy). 

Secara bulanan, posisi ULN pemerintah tercatat meningkat dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya karena adanya net penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, serta net pembelian Surat Berharga Negara (SBN) domestik oleh investor asing. Penarikan pinjaman antara lain berasal dari Asian Development Bank (ADB) untuk mendukung program yang dijalankan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan. 

Di sisi lain, pada bulan laporan pemerintah telah melunasi satu seri SBN dalam denominasi Yen Jepang yang jatuh tempo pada 13 Agustus 2018. Pemerintah senantiasa memastikan semua kewajiban ULN yang jatuh tempo dapat dibayarkan secara tepat waktu dan menjamin tidak terjadi gagal bayar.

 

2.Penyebab Utang Naik

Dari statistik disebutkan jumlah ULN mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Disampaikan ULN Indonesia tumbuh 5,14% (year on year/yoy), BI menyebut angka ini relatif stabil jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juli 5,08%.

"Pertumbuhan ULN Indonesia pada Agustus 2018 dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan ULN swasta di tengah melambatnya pertumbuhan ULN pemerintah dan bank sentral," tulis keterangan tersebut dikutip Selasa (16/10/2018).

Secara keseluruhan ULN pemerintah tumbuh namun lambat pada periode Agustus yakni US$ 178,1 miliar atau tumbuh 4,07% dibandingkan periode bulan sebelumnya dan sebesar 4,12% yoy.

Namun secara bulanan, posisi ULN pemerintah tercatat meningkat dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya. Ini karena adanya nett penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) domestik oleh investor asing.

Penarikan pinjaman itu antara lain berasal dari Asian Development Bank (ADB) untuk mendukung program yang dijalankan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan.

 

3.Rasio Utang Masih Baik

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih cukup baik dibandingkan negara lain yaitu sebesar 34%. Jumlah ULN tersebut juga didominasi jangka panjang.

"Rasio ULN terhadap PDB Indonesia sebesar 34% cukup baik dibandingkan negara peers dan didominasi ULN berjangka panjang (86,8%)," kata Dody kepada detikFinance, Selasa (16/10/2018).

Besaran ULN, khususnya dari sektor swasta dilakukan dengan penuh kehati-hatian. BI juga meminta perusahaan melakukan hedging atau melakukan lindung nilai atas ULN yang berdenominasi valuta asing (valas).

"Sejak 2015, BI mengatur agar perusahaan memitigasi risiko dengan melakukan hedging, mengelola likuiditas dengan baik dan memperoleh credit rating. Sejauh ini implementasi ketentuan tersebut berjalan baik," ujar Dody.

Selain itu, BI juga menyediakan fasilitas swap hedging dan non derivable forward (DNDF) agar terhindar dari risiko nilai tukar.

"Selain itu, BI juga menyediakan fasilitas swap hedging dengan harga yang lebih murah dan domestic NDF awal November 2018 kepada korporasi pemilik valas yang ingin menggunakan likuiditas rupiah terhindar dari risiko nilai tukar," kata Dody.

 

 

Sunber: detikcom