Diskusi 7 Negara; Lahan Gambut di Inhil Berpotensi Ditanami Sagu

Senin, 12 November 2018

Profesor Mitsuru Osaki dalam sebuah acara di Batam, Senin (12/11). (Bobi Bani/JawaPos.com)

INHILKLIK.COM, BATAM - Lahan gambut di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, bisa dikembangkan untuk budidaya tanaman sagu. Tanaman itu sangat cocok di lahan gambut dan bisa menjadi sumber pangan pendamping yang besar.

Hal tersebut diutarakan Profesor Mitsuru Osaki yang tergabung dalam Japan Peatland Society (JPS). "Ini (pemanfaatan lahan gambut untuk penanaman sagu) adalah nomor satu untuk peningkatan ekonomi," kata Mitsuru di sela acara diskusi Program International Tropical Peatland Center (ITPC) di Hotel Aston, Batam, Senin (12/11).

Inhil menjadi daerah di Sumatera yang lahannya didominasi gambut. Sebanyak 90 persen lahan di Inhil adalah gambut. Sementara untuk Riau, 56 persen lahannya adalah gambut.

Mitsuru menjelaskan, dalam satu hektare bisa menghasilkan sekitar 20 ton sagu yang siap dikonsumsi. Angka itu jauh lebih besar jika dibandingkan dengan ubi dan jagung yang hanya menghasilkan sekitar tiga ton.

Dengan pemanfaatan lahan gambut, masyarakat secara tidak langsung akan terbantu. Baik dengan hasil pangan yang didapat maupun dari keterlibatan mereka dalam kegiatan pengembangan kawasan gambut menjadi lahan produktif.

"Untuk menghasilkan efek nyata di masyarakat, pengembangan lahan gambut untuk ditanami sagu memerlukan bantuan teknologi. Dengan begitu, gerak pengembangan bisa berjalan pesat dan dinikmati masyarakat," ulas doses University of Hokkaido, Jepang itu seperti dilansir Jawapos.com.

Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Indonesia Nazir Foead menambahkan, rencana pengembangan kawasan gambut menjadi lahan penanaman Sagu sangat cocok untuk Indonesia. Khususnya di Riau. "Sagu yang memang menjadi salah satu produk asli Indonesia bisa menjadi lebih terkenal dan bernilai dengan pengelolaan yang baik," ucapnya.

Sementara itu, diskusi Program ITPC dijadwalkan berlangsung empat hari mulai Senin ini. Acara digelar atas kerja sama BRG Indonesia bersama Balai Litbang Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BLI-KLHK).

Diskusi bertujuan untuk menyepakati langkah-langkah teknis yang diperlukan dalam kajian serta pengelolaan ekosistem gambut tropis berkelanjutan. Indonesia sebagai negara gambut tropis terbesar, memiliki pengalaman restorasi dan pengelolaan.

Hasil penelitian ekosistem gambut tropis yang selama ini dihasilkan diharapkan dapat menjadi modal untuk kerja sama dengan negara lain. “Indonesia menyambut baik inisiatif kerja sama internasional dalam pembelajaran ekosistem gambut tropis", ungkap Nazir Foead.

Tujuh negara anggota International Peatland Society (IPS) hadir dalam acara tersebut. Yakni Jerman, Inggris, Jepang, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Australia. Selain IPS, acara juga didukung JPS, Research Institute for Humanity and Nature (RlHN), serta Himpunan Gambut Indonesia (HGI).


Tak hanya diskusi, kegiatan ini sekaligus mengagendakan kunjungan ke area kerja restorasi BRG. Yakni Desa Lukun, Desa Sei Tohor, dan Desa Tanjung Sari di Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

"Peserta dapat menyaksikan dan berdiskusi tentang Plot Penelitian serta kegiatan pendampingan masyarakat desa yang mendukung pendekatan Rewetting, Revegetation, Revitalization dalam restorasi gambut," imbuh Nazir. (yan/jawaspos)