Jika di Riau Buaya Itu Musuh Mematikan, di Desa Ini Buaya Liar Jadi Sahabat

Ahad, 08 September 2019

INHILKLIK.COM, PEKANBARU - Masih segar diingatan beberapa kasus kehilangan orang menyebabkan kematian akibat diserang keganasan buaya. Seperti di Inhil dan Kuansing. Buaya juga masih banyak berkeliaran di empat suangai besar di Riau.

Masyarakat terlanjut takut dan tidak gemar dengan soso predator satu ini. Kehadirannya dianggap pertanda buruk dalam mitos dan petaka dalam realitas mayarakat di Riau. Namun itu tidak bagi masyarakat yang bermukim di desa kecil di Burkina Faso ini, mereka justru dianggap buaya sahabat manusia. Pemandangan warga yang duduk di atas badan buaya adalah hal biasa.

Orang-orang di Bazoule, desa yang terletak 30 kilometer dari ibu kota Ougadougou, berbagi kolam mereka dengan lebih dari 100 reptil bergigi tajam ini. “Kami sudah terbiasa dengan keberadaan buaya sejak kecil. Bahkan, kami berenang bersama  mereka,” papar Pierre Kabore, saat diwawancarai hanya beberapa meter dari buaya yang sedang memakan ayam, seperti dilasir dari nationalgeographic.grid.id, Minggu, 8 September 2019.

“Saat ini, kami dengan mudah mendekati mereka dan duduk di atasnya. Jika memiliki keberanian lebih, Anda bisa berbaring juga di sana. Tidak pernah ada masalah. Mereka adalah buaya-buaya suci dan tidak akan melukai manusia,” tambah Kabore.

Menurut legenda setempat, hubungan mengejutkan dengan predator ini sudah terjalin sejak abad ke-15. Desa ini sedang mengalami kekeringan ketika buaya membawa seorang wanita ke kolam persembunyiannya. Dengan adanya kolam tersebut, warga desa pun bisa menghilangkan rasa hausnya.

“Penduduk kemudian melakukan perayaan sebagai tanda terima kasih,” cerita Kabore. Perayaan yang dikenal dengan nama Koom Lakre ini masih diselenggarakan setiap tahunnya. Warga desa membuat pengorbanan dan meminta buaya untuk mengabulkan permintaan mereka akan kesehatan, kemakmuran, dan hasil panen yang baik.

Dianggap jauh dari ancaman, buaya justru memiliki koneksi mistis dengan Bazoule. “Buaya direpresentasikan sebagai jiwa nenek moyang kami. Jika salah dari mereka mati, maka akan dikuburkan selayaknya manusia,” imbuhnya.

Menurut Kabore, buaya menangis jika kemalangan akan menimpa desa. Para tetua bertugas untuk mengartikan tangisan buaya lalu membuat permohonan untuk menangkal nasib buruk.