Kominfo Lakukan Literasi Digital di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau

Ahad, 04 Juli 2021

INHILKLIK.COM, INHIL - Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang paham akan Literasi Digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengadakan kegiatan Literasi Digital untuk mengedukasi dan mewujudkan masyarakat agar paham akan Literasi Digital lebih dalam dan menyikapi secara bijaksana dalam menggunakan digital platform di 77 Kota/Kabupaten area Sumatera II, mulai dari Aceh sampai Lampung dengan jumlah peserta sebanyak 600 orang di setiap kegiatan yang ditujukan kepada PNS, TNI/Polri, Orang Tua, Pelajar, Penggiat Usaha, Pendakwah dan sebagainya.

4 kerangka digital yang akan diberikan dalam kegiatan tersebut, antara lain Digital Skill, Digital Safety, Digital Ethic dan Digital Culture dimana masing masing kerangka mempunyai beragam tema.

Sebagai Keynote Speaker, oleh Gubernur Provinsi Riau Drs. H. Syamsuar, M.Si, menyatakan bahwa mendukung kegiatan Literasi Digital agar dapat memanfaatkan internet dan teknologi  untuk hal yang positif dan kreatif serta menambah daya saing sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan turut membangun daerah masing-masing.

Dilanjutkan oleh Presiden RI, Bapak Jokowi yang memberikan sambutan dalam mendukung Literasi Digital Kominfo 2021.

DIGITAL SKILL - MUHTADI ZUBEIR, S.Pd., M.T  (Praktisi IT RTIK). Tema: “PENTINGNYA MEMILIKI DIGITAL SKILL DI MASA PANDEMI COVID-19”.

Muhtadi menerangkan fungsi media sosial, di antaranya sebagai alat komunikasi, alat penyimpanan, alat dagang, alat pemasaran, dan alat berbagi pengalaman.

Kenapa harus online? Muhtadi selanjutnya menjelaskan karena online menjangkau lebih banyak daerah, hemat waktu, uang, dan hemat tenaga.

DIGITAL CULTURE - Dr. NURJANAH, M.Si (Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Riau). Tema: “MEMAHAMI MULTIKULTURALISME DALAM RUANG DIGITAL”.

Dr. Nurjanah menjelaskan multikulturalisme berasal dari kata multi (plural) dan kultural (tentang budaya). Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan.

Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan orang per orang atau perbedaan budaya, seperti perbedaan nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik.

Dr. Nurjanah mengingatkan bahwa tulisan yang dilakukan adalah perwakilan dari kita, yang diajak berkomunikasi adalah manusia, kendalikan emosi, santun, menghargai privasi orang lain, menyadari posisi kita, dan tidak memancing perselisihan.

Berinteraksi di media sosial menurut Dr. Nurjanah, yang pertama apabila tidak suka postingan orang lain cukup lewatkan saja. Kedua, kalau suka postingan tersebut maka  direspon secara bijak, ketiga, kalau postingan tersebut mengganggu tinggal unfollow saja. 

DIGITAL SAFETY  - Dr. rer.nat. I MADE WIYARNA, S.Kom, S.Si, MAppSc (Dosen Universitas Gunadarma). Tema: “PERBEDAAN HACKER DAN CRACKER”.

Dalam penjelasan di webinar, I Made memberikan beberapa perbedaan antara Hacker dan Cracker sebagai berikut.

Hacker: Tidak pernah merusak data, mencoba mencari celah untuk tujuan pengetahuan, fokus utama adalah memanfaatkan celah pada sistem target dan mendapatkan akses dan motif melakukan hal itu karena rasa penasaran pribadi terhadap hal teknis.

Crackres: Menghapus atau mengganti data, person yang tidak menjaga kode etik, melakukan pekerjaan secara illegal, masuk ke sistem dengan tujuan keuntungan (terkenal, ekonomi, dsb), orang yang masuk ke sistem atau jaringan secara illegal, fokus utama adalah mencuri, memecahkan password, melakukan bruteforce, dan reverse engineering dan sosial engineering serta kegiatan kriminal melanggar hukum sebab mendapatkan akses tanpa izin.

Dalam pola kerja pun ada beberapa perbedaan, antara lain:

Hacker: Target yang ditentukan adalah 1, menggunakan beragam teknis dan perangkat untuk “menembus” sistem, bila perlu membuat software/tools baru. Penasaran teknis lebih diutamakan, berupaya sesedikit mungkin meninggalkan jejak yang terlihat.

Crackers: Target dicari adalah yang lemah dan bisa ditembus oleh perangkat bantu yang dimililki (mass scanner), yang utama adalah target sebanyak-banyaknya yang bisa ditembus, sering meninggalkan jejak sebagai upaya pamer keberhasilan.

I Made juga menjelaskan tentang eksploitasi perasaan fakir, yakni:

• Fakir baterai seringkali orang di publik tanpa berfikir panjang akan memasukkan kabel untuk mencharge → juice jacking attack.

• Fakir bandwidth sering mencari Free Wi-Fi, ketika mendapatkan apalagi tanpa password seringkali login ke akun favorit (google, instagram, facebook, dll).

• Fakir storage, melihat Flashdisk tergeletak selalu ingin memasukkan ke komputer. Virus dan malware dapat disusupkan ke dalam sistem. USB merupakan celah yang sering tidak disadari.

Ada pula yang dinamakan Social Engineering, antara lain:

• Spear Phishing. Target adalah organiasi tertentu, tetapi dikenakan ke banyak orang.

• The Account Suspension. Seakan-akan anda diberitahu bahwa akun anda diblok dan anda harus memverifikasi dan mereset password anda.

• The Friend. Berpura-pura sebagai teman yang dikenal, mengirim email dengan link atau program yang didownload.

• The Boss. Tipuan ini berpura-pura sebagai pimpinan yang memberikan permintaan, misal mengirim email, berkas, ataupun transfer uang.

Visiblity Jejak ada beberapa jenis, yaitu:

• Tampak: Tersedia di media sosial dan online.

• Tidak Tampak: Tersedia di perangkat-keras (log system, aplikasi, dan lain lain).

• Terhapus: Telah terhapus di perangkat keras.

• Hasil Kolerasi: Tidak langsung menunjukkan jejak.

DIGITAL ETHICS  - IRWAN ISKANDAR (Dosen Hubungan Internasional Universitas Riau Dengan Peminatan Ekonomi Politik Internasional). Tema: “ISSUE TECHNOLOGY USE”.

Menurut Irwan, etika digital dapat dipahami dengan mengajukan sejumlah pertanyaan terkait komunikasi tekstual dan visual, antara lain:

1. Bahasa dan intonasi apa yang cocok untuk situasi tertentu?

2. Apakah aturan-aturan yang mengatur komunitas online? Bagaimana sumber digunakan, dicampur, dan/atau untuk audiens?

3. Bagaimana pengguna menggambarkan diri mereka ketika online, entah melalui media sosial, games, avatar, atau media lain?

Menurut Barzam, etika dalam berkomunikasi digital, antara lain selalu ingat “tulisan” adalah perwakilan dari kita, Mengendalikan emosi, santun, menghargai orang lain, dan tidak memancing perselisihan.

Di akhir pemaparannya, Ardiansyah menyatakan bahwa dunia digital bukanlah dunia maya yang fatamorgana. Dunia digital adalah dunia nyata yang terwujud  dalam media elektronik. Untuk itu, etika (digital) diperlukan agar kehidupan nyata dapat harmonis.

SHARING SESSION - JODDY CAPRINATA (Joddy Caprinata F Founder & COO Bicara Project, 12.7K followers).

Joddy menanggapi dan membahas dari materi yang disampaikan oleh para narasumber serta memberikan sedikit ulasan dari pengalamannya.(rilis)