HIPMI Minta Pemerintah Kendalikan Impor Baja di Tengah Industri Domestik Perbaiki Kinerja

Sabtu, 29 Januari 2022

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) minta pemerintah kendalikan laju impor baja, serta mempertegas kebijakan terkait itu.

Tercatat, volume impor baja pada 2021 mengalami kenaikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan impor baja sebesar 23% yang semula 3,9 juta ton pada 2020 menjadi 4,8 juta ton di tahun 2021.

“Tren kenaikan impor baja sangat kita sayangkan di saat industri baja dalam negeri sedang berupaya memperbaiki kinerja akibat pandemi Covid-19,” kata Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat HIPMI Anggawira, dalam keterangan yang diterima Bertuahpos.com, Jumat, 28 Januari 2022.

Ada beberapa hal yang mendorong terjadinya peningkatan impor ini, di antaranya adalah praktik unfair trade yaitu dengan melakukan dumping dan pengalihan pos tarif.

Baca: Catatan Sejarah 27 Mei: Gempa Yogyakarta 2006, 6,234 Tewas, Candi Prambanan Rusak Parah

“Ada upaya-upaya dari importir yang selama ini mendapatkan keuntungan besar dari mekanisme impor yang tidak rela dengan berkembangnya industri baja nasional dan mencari kambing hitam,” terangnya.

Hal ini, kata dia, perlu diklarifikasi oleh BPP Ginsi yang sudah memberikan statement secara terbuka, siapa perusahaan pelat merah yang disebutkan. 

Dia meminta ketegasan pemerintah dalam mengatur, Krakatau Steel saat ini juga dalam posisi baik dan makin membaik artinya selama ini pengetatan importasi adalah hal yang baik.

Dalam menghadapi hal ini, Anggawira melanjutkan, produsen baja nasional berharap agar pemerintah memperketat izin impor untuk produk-produk yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri. 

Bila tidak segera dilakukan pengendalian kuota impor, maka dikhawatirkan peningkatan impor akan terus berlangsung sampai di 2022 dan ini akan berakibat pada terganggunya investasi yang sudah dilakukan di industri baja Indonesia.

“Jika memang ada hal-hal yang mengupayakan pemerintah melalui kementerian terkait dalam menekan laju importasi baja, lebih baik diungkapkan saja secara terbuka,” tuturnya. 

“Ini yang kami harapkan karena dalam situasi sekarang kita perlu upaya bersama dari stakeholder, apalagi di dunia usaha untuk membangun kemandirian industri nasional kita,” ujarnya.

Anggawira menegaskan bahwa pelaku industri membutuhkan perlindungan yang dapat mendorong kesempatan bersaing yang adil dan melindungi investor industri baja melalui terciptanya iklim perdagangan yang lebih sehat. 

Sehingga, industri nasional dapat berkembang dan situasi Covid-19 yang ada diharapkan industri nasional mampu lebih berkembang lagi.

“Apalagi industri baja sebagai mother of industry perlu diperkuat industri baja nasional dengan menekan laju impor yang selama berapa tahun belakangan dilakukan secara brutal-brutalan, ini diperlukan. Saya harap, Ginsi bisa juga mendukung upaya-upaya ini, bukan memberikan polemik yang kami rasa dari HIPMI ini bisa membuat situasi tidak kondusif,” ucapnya.

Sekedar diketahui, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) menyindir perusahaan baja pelat merah yang selama ini telah memperoleh berbagai kemudahan fasilitas ekspor logam maupun besi dari negara, namun industrinya tidak bisa berkembang optimal