Kasus Kredit Macet Rp 35, 2 Miliar di Bank Riau Kepri

Selasa, 29 Oktober 2013

post



Pekanbaru (Inhilklik) - korupsi yang terjadi di Bank Riau Kepri, ibarat jalan panjang tak berujung. Modusnya sama, kredit macet. Baru saja kasus korupsi kredit macet di bank plat merah itu di Cabang Pembantu Pasar bawah dan kredit macet Rp 5 miliar di Bagan Siapiapi, Kabupaten Rokan Hilir rampung diadili dan para pelakunya diganjar pidana, kini bergulir kasus kredit macet lagi senilai Rp 35,2 miliar. Terdakwa Arya Wijaya, Direktur PT. Saras Perkasa, yang kapasitasnya sebagai debitur.

Pada sidang sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru telah memvonis sejumlah petinggi Bank Riau. Salah satunya,  Zulkifli Thalib, Direktur Bank Riau Kepri kantor Pusat Pekanbaru.

Lalu, dianggap simpul akhir persoalan kredit macet itu, Kejaksaan kemudian mencokok Arya Wijaya. Jaksa Penuntut Umum, Ibrahim Sitompul dan Dicky, mengajukan Arya Wijaya sebagai pesakitan di kursi terdakwa.

Persidangan Arya Wijaya sendiri terasa alot. Semula, kondisi fisik Arya Wijaya kelihatan sehat afiat. Namun sebelum perkaranya rampung diproses, Arya Wijaya menderita serangan depresi dan mengalami kelumpuhan. Ia hadir ke persidangan dengan menggunakan kursi roda.

Melihat kondisi Arya Wijaya yang sudah memprihatinkan, penasehat hukumnya, Asep Ruhiat SH lantas melayangkan permohonan kepada majelis hakim yang diketuai Krosbin Lumban Gaol SH, agar diberi kelonggaran untuk penangguhan penahanan. Maksudnya dari tahanan rumah tahanan negara [Rutan], dirubah menjadi tahanan kota, agar kliennya dapat berobat dan diurusinya keluarganya. Tahanan kota berarti, terdakwa boleh menetap di rumahnya namun tidak diperkenankan keluar dari wilayah pengadilan yang menyidangkan perkara tersebut.

Harapan dari keluarga maupun penasehat hukum itu, kandas. Setelah melakukan musyawarah, majelis hakim mengambil kebijakan untuk melakukan pembataran atas Arya Wijaya, namun tetap dilakukan penahanan di Rutan. Artinya, permohonan pengalihan menjadi tahanan kota itu, ditolak.
Dalam persidangan hari terakhir kemarin, Senin [21/10], menjelang sidang dibuka, Arya Wijaya terlihat melaksanakan shalat di kursi rodanya. Ia didampingi isteri dan ibu kandung serta pengacaranya Asep Ruhiat SH.

Kepada Delik Riau, ibu kandung Arya Wijaya sedikit bercerita latar belakang kehidupan putranya itu. Arya Wijaya, 47 tahun,  merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Ayahnya telah meninggal beberapa tahun lalu, bekerja sebagai TNI berpangkat jenderal berbintang dua,  bertugas di Oditur Militer di Jakarta. Ibunya, pensiunan hakim. Memiliki isteri seorang sarjana tekhnik asal Bukit Tinggi dan berwiraswasta.

Melihat kondisi kesehatannya yang memprihatinkan, isteri dan ibu kandung Arya mengharapkan majelis hakim merubah statusnya dari tahanan Rutan menjadi tahanan kota. “Saya sudah mempersiapkan jaminan yang diperlukan agar tahanan Arya Wijaya ditangguhkan menjadi tahanan kota. Soalnya, kondisi fisiknya sudah sangat jauh menurun dari hari-hari sebelumnya,” ujar wanita paruh baya itu.

Setelah melalui pertimbangan, majelis hakim dalam persidangan  Senin [21/10] yang lalu, akhirnya mengeluarkan penetapan yang isinya mengabulkan permohonan penangguhan tahanan Arya Wijaya. Penahanan yang sebelumnya dilakukan di Rutan, ditangguhkan menjadi menjadi tahanan kota. Arya boleh pulang ke rumah, asal tidak keluar kota dan tetap hadir saat jadwal sidang.

Humas Pengadilan Tipikor di Pengadilan negeri Pekanbaru, Krosbin Lumban Gaol SH, yang juga sebagai anggota majelis hakim yang mengadili perkara Arya Wijaya, kepada Delik Riau membenarkan  bahwa terdakwa Arya Wijaya yang sebelumnya ditahan di Rutan, telah dialihkan statusnya menjadi tahanan kota.

Menurut Krosbin, pengalihan tahanan terdakwa Arya Wijaya dilakukan mengingat penyakit depresi yang dialami terdakwa tergolong cukup parah. “Atas pertimbangan dan musyawarah, majelis hakim mengambil keputusan mengalihkan tahanan terdakwa dari tahanan Rutan menjadi tahanan kota,” jelas Krosbin.
Permohoan Berulang Kali

Surat permohonan penangguhan yang diajukan terdakwa lewat penasehat hukumnya, kata Krosbin, sudah berulangkali. Namun, permohonan itu tetap ditolak. “Setelah memperhatikan kondisi kesehatan terdakwa yang sudah sangat menurun, akhirnya majelis hakim mengabulkan permohonan pengalihan tahanan terdakwa,” katanya lagi.

“Terdakwa ditangguhkan penangguhannya setelah mengajukan uang penjamin Rp 1 miliar, ditambah  jaminan pihak keluarganya untuk menghadirkan terdakwa setiap jadwal sidang,” kata Krosbin.  Sebelum dirubah status tahanannya dari tahanan Rutan ke tahanan kota, terdakwa sudah diberi kelonggaran [pembataran] untuk berobat di luar Rutan. Namun karena biaya medis terlalu tinggi dan terdakwa harus kembali ke Rutan setelah berobat, tidak ada keluarga yang merawat dan menjaganya. Kata Krosbin,“Majelis lantas mengeluarkan penetapan dan menangguhkan tahanan terdakwa menjadi tahanan kota.”

Sidang Arya Wijaya akan dibuka kembali Rabu [30/10] besok. Dengan agenda pemeriksaan para saksi. Sidang berikutnya akan dilakukan seminggu dua kali, mengingat kondisi kesehatan terdakwa semakin memprihatinkan.

Menurut Jaksa Penuntut Umum [JPU] Arya Wijaya diajukan kepersidangan karena didakwa telah melakukan serangkaian perbuatan tindak pidana korupsi kredit macet senilai Rp 35,2 miliar di Bank Riau Kepri Batam. “Akibat kecerobohan dan lemahnya pengawasan, tak heran, terjadi kebobolan mencapai miliiaran rupiah,” ungkap Jaksa.

Kasus kredit macet ini telah menjerat sejumlah petinggi Bank Riau Kepri Kantor Pusat Pekanbaru. Terdakwa Arya Wijaya pada 28 Juni 2003 mendirikan PT Saras Perkara di Batam. Hanya berselang dua hari, tepatnya tanggal 30 Juni 2003, ia mengajukan kredit ke Bank Riau-Kepri senilai Rp 35,2 miliar. Padahal, ketika permohonan kredit diajukan ke Bank Riau-Kepri, PT. Saras Perkasa belum terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM Jakarta, tetapi nekat mengajukan kredit yang nilainya puluhan miliar rupiah.

Untuk melengkapi permohonan kredit tersebut, Arya Wijaya melampirkan jaminan atau agunan sebanyak 27 pintu ruko dan sebuah bangunan mall yang diperolehnya melalui take over dari PT Wahana. PT. Wahana merupakan nasabah Bank Riau Kepri. Saat ruko dan mall diagunkan terdakwa ke Bank Riau Kepri, kondisinya masih terbengkalai alias belum rampung dikerjakan.

Namun, lantaran kedekatan dan adanya dugaan “main mata” terdakwa dengan para petinggi Bank Riau Pusat di Pekanbaru, permohonan kredit yang diajukan Arya Wijaya cair semua. Kendati, belakangan, menjadi masalah yang menyeret sejumlah petinggi Bank Riau ke penjara. Dan, Arya Wijaya menyusul kemudian. (*)




Source: delikriau.com