RZ Dituding Ingin Menunjukkan Dirinya Masih Berkuasa

Ahad, 27 Oktober 2013

post

http://riauterkini.com/gambar/105p.jpgPekanbaru (Inhilklik) - Untuk kali kedua, Gubernur Riau M Rusli Zainal melakukan mutasi pejabat dari balik tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertama pada 12 September 2013 dan kedua, pada 25 Oktober kemarin. Langkah ini dianggap sebagai upaya menunjukkan ke publik. Bahwa, meskipun dirinya ditahan KPK, namun tetap menjadi penguasa di Pemprov Riau.

"Rusli Zainal mempertontonkan arogansi birokrasi. Ia ingin menegaskan kepada publik, bahwa dari balik tahanan KPK kekuasaannya tidak berkurang," ujar Direktur Eksekutif Badan Advokasi Publik Rawa El Amady saat berbincang dengan riauterkinicom di Pekanbaru kemarin petang.

Pemerhati pemerintahan yang juga mantan jurnalis tersebut mengaku tercegang melihat manuver yang dilakukan Gubernur Riau (Gubri) Rusli Zainal (RZ). Betapa tidak, dari balik deruji Lapas Klas IIb Sialang Pungguk, Pekanbaru, tersangka kasus korupsi PON dan izin kehutanan ini masih sempat melakukan mutasi 108 pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

"Padahal publik tahu sebentar lagi dia sudah menjadi terdakwa dan dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Gubernur Riau. Tindakannya benar-benar tidak etis," tudingnya.

Kebijakan RZ itu, imbuh Rawa, sudah keterlaluan dan tidak nempertimbangkan rasa keadilan. Kecuali itu, RZ melakukan metasi itu diyakini punya motif kepentingannya sendiri. Misalnya, mengaburkan alat bukti.

"Jika diketahui tidak tersedianya dokumen untuk bukti hukum, maka pihak pejabat yang tidak menjabat lagi dipersalahkan," tukasnya.

Selain itu, menurut Rawa, RZ juga memerlukan dukungan riil dari bawahannya dan kuat dugaan yang berhentikan itu yang tidak loyal mendukugnya.

"Tindakan RZ ini bukti nyata birokrasi ditarik ke kepentingan politik yang berdampak makin berpihaknya birokrasi dan tidak independen," ucapnya.

Pendapat senada diungkapkan Usman, Direktur Eksekutif Forum Independen untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Daerah Riau. Dikatakannya, secara hukum apa yang dilakukan RZ itu mungkin tidak menyalahi aturan. Tapi, secara etika mestinya tidak pantas mutasi 108 pejabat itu dilakukan.

"Mengingat posisi dia sebagai tersangka adalah mutlak. Oke lah sebagian pendapat mengatakan masih menggunakan asas prduga tak bersalah. Tapi tetap saja kebijakan RZ memutasi besar-besaran ini tidak bisa diterima akal sehat dan merupakan kebijakan yg tidak masuk akal," pungkasnya. (*)




Source: riauterkini.com