Jakarta (Inhilklik) - Sebuah lembaga survei
independen, Prapancha Research (PR), menilai wajar kegamangan investor
asing untuk menanamkan investasi di Indonesia menjelang pemilihan umum
dan pemilihan presiden pada 2014 karena belum muncul tokoh kuat untuk
menjabat presiden menggantikan SBY.
PR menyebutkan lembaga ini
telah melakukan pemantauan terhadap tajuk rencana dan opini tentang
sosok-sosok pejabat pemegang keputusan strategis dan capres potensial
Indonesia dalam dua media cetak berbahasa Inggris paling tinggi tiras
globalnya,
Wall Street Journal dan
New York Times."Diharapkan
pengamatan ini dapat sedikit menerawang persepsi internasional terhadap
pejabat berkuasa dan calon pejabat Indonesia di masa mendatang.
Hasilnya cukup bisa diduga meski mungkin akan mengagetkan beberapa
pihak," kata analis PR Adi Ahdiat dalam siaran pers, Selasa (3/8/2013)
Dalam
pantauannya terhadap dua media itu, PR menemukan dalam sembilan tahun
terakhir tak ada artikel yang menyinggung sosok Wiranto dan Prabowo
sebagai capres potensial, selain satu artikel yang mengulas para tokoh
yang akan maju di Pemilu 2009.
Sebanyak tujuh artikel menyinggung
Prabowo, namun enam di antaranya ditulis antara 1996-1998 terkait
peralihan kekuasaan di Indonesia yang waktu itu terlihat penuh
ketidakpastian.
Artikel yang menyinggung Wiranto jauh lebih
banyak, yakni 41 artikel, namun juga antara 1998-2004 terkait perannya
di masa-masa awal reformasi.
Megawati yang pernah menjabat
presiden disinggung sebanyak 119 kali. Tetapi selain enam artikel yang
mengulas profilnya sebagai presiden wanita dan prospeknya di 2009,
sisanya adalah tentang kepresidenannya dan perannya di masa reformasi.
"Sementara
Aburizal Bakrie dan Jokowi, yang paling belakangan naik daun, belum
memiliki riwayat di media-media berpengaruh ini," jelas Adi.
Menurutnya,
yang paling banyak dibahas dalam kaitannya dengan situasi saat ini
adalah presiden berkuasa, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun,
dari 89 pemberitaan tentang SBY, teramati perkembangan citra SBY dari
sosok yang di masa awal kekuasaannya (2004-2006) yang diharapkan
membangun demokrasi dan menjamin keadilan bagi minoritas, bersikap tegas
terhadap fundamentalisme, dan menjalankan pemerintahan antikorupsi,
justru dinilai menjadi pemimpin yang gagal mewujudkan semua harapan
tersebut di tahun-tahun selanjutnya.
"Citra SBY yang muncul
ternyata masih sejalan dengan citra di dalam negeri, dari sosok harapan
menjadi sosok mengecewakan lantaran kesan tidak tegasnya," ujar Adi.
Dari
masih kaburnya wawasan kandidat-kandidat potensial pemimpin Indonesia
mendatang hingga citra gagalnya pemimpin pemerintahaan saat ini,
menurutnya, maka wajar bila muncul kegamangan investor internasional
menjelang pemilu dan pilpres 2014.
(bisnis.com)