Kanal

Kebijakan Larangan Ekspor Kelapa Kepentingan Siapa?

INHILKLIK.COM, TEMBILAHAN - Kelapa adalah pohon kehidupan yang mempunyai banyak produk turunannya dan merupakan salah satu komoditas strategis, terutama untuk ekspor ke pasar negara tetangga   atau negara maju seperti Amerika, Eropa dan timur tengah.


Namun, di sisi lain, ekspor kelapa menghadapi tantangan karena adanya wacana pelarangan ekspor  yang di motori oleh HIPKI selain itu produksinya stagnan bahkan bisa jadi menurun.


Kelapa merupakan komoditas yang terbengkalai kurang lebih 30 tahun tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah dan sangat kurang perkembangannya dikarenakan harga jualnya murah.


Petani kelapa sempat banyak yang beralih ke tanaman lain, salah satunta sawit,  baru sekitar dua tahun belakangan ini harga membaik dengan adanya ekspor masuk lansung ke petani membeli buah kelapa.


Dimana selama ini industri yang ada disekitar petani tidak pernah membeli harga kelapa petani  dengan pantas. Karena industri selalu berpatokan dengan harga CNO Rotterdam  yang notabene patokan harga kopra hanya satu prodak.

 


Padahal industri nasional sudah memproduksi banyak prodak diataranya : Santan Kemasan, air kelapa, minyak sayur, VCO,coco peat, tepung kelapa kering (dessicated coconut), arang Tempurung (batok Kelapa) bungkil dll. seharusnya industri membeli kelapa petani yang sesuai.

Baca Juga: Perpekindo Tolak Keras Larangan Ekspor Kelapa


Diberikatakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan berencana melarang ekspor kelapa mentah ke luar negeri. Mengingat kebutuhan dalam enegeri tidak terpenuhi.


Menyikapi ini, Pemkab Indra Giri Hilir (Inhil) Provinsi Riau menolak rencana pengaturan tata niaga kelapa yang menjadi komoditas andalan daerah tersebut, karena dinilai sangat tidak berpihak kepada nasib petani kelapa.


Senanda dengan itu, Perhimpunan Petani Kelapa Indonesia (Perpekindo) tidak setuju adanya larangan ekspor karena akan merugikan petani kelapa yang akan berpengaruh masalah harga jual.


Kecuali jika Industri Kecil Menengan (IKM) sudah tumbuh di sekitar petani, Perpekindo akan jadi garda terdepan menyuarakan pelarangan ekspor.


“Industri mengklaim kekurangan bahan baku menurut hemat kami kalau industri mau membeli harga sesuai kelapa petani tidak akan kekurangan bahan baku, produksi kelapa secara nasional Kopra 2.960.851 Ton atau  14.804.255.000 butir (Statistik Perkebunan Indoneisa Komoditas Kelapa 2014 -2016) buah kelapa melimpah  tetapi selama ini selalu dihargai kelapa petani dengan murah padahal industri mampu membeli sesuai dengan pembelian eksportir,’ ujar Ketua Perpekindo, Muhaemin Tallo  di Jakarta dalam rilisnya yang diterima inhilklik.com, Rabu (15/02/2017).


Ditambahkan  Muhaemin, Industri kelapa selama ini terbukti tidak mampu meningkatkan kesejahteraan petani kelapa.

Sebagai contoh, dikatakan Muhaemin. industri yang ada di kabupaten Indragiri Hilir (INHIL) Riau PT. Pulau Sambu membutuhkan buah kelapa 1 Juta Butir /hari, PT. Pulau Sambu Pulau Kuala Enok 300 Ton Kopra atau 1,5 Juta Butir/hari, PT. Riau Sakti United Plantation Pulau Burung 1 juta butir/ hari, PT. Coconako Indonesia Tembilahan Ulu 200 butir/hari, PT. Inhil Sarimas Kelapa Kempas (Sungai Sejuk) 300 ribu butir/hari, jumlah kebutuhan bahan baku 5 industri 1.440.000.000 butir/tahun.

Sementara hasil produksi 4.681.090.080 butir / tahun dengan luas kebun kelapa 325.075,7 Ha. (sumber: Dinas Perkebunan INHIL ) jadi ada 3.241.090.080 butir kelapa yang tidak dapat diserap oleh industry yang ada di kabupaten Inhil, dampak dari semua itu akhirnya pabrik membeli kelapa petani

“Industri dalam negeri sudah terbiasa meraup keuntungan besar jadi tidak mau mengangkat harga. Begitu petani beramai ramai menjual kelapanya kepada eksportir baru kelabakan karena petani yang memasok ke indusrti mereka tidak mencukupi produksinya. Agar mereka bisa kembali membeli  kelapa petani dengan murah pihak industri membuat strategi melalui  organisasi HIPKI  mendesak pemerintah mengeluarkan regulasi pelarangan ekspor kelapa bulat,” papar Muhaemin

 

Pentani terpaksa menjual kelapanya dengan murah, hal ini terjadi selama lebih kurang 30 tahun akhirnya banyak petani yang tidak mampu lagi memelihara dan mempertahankan kebun mereka karena butuh biaya pemeliharaan yang tinggi seperti tanggul penahan air, akibatnya lebih dari 100.000 Ha kebun kelapa di kabupaten Inhil yang rusak akibat tenggelamnya kebun kelapa tersebut dan hal ini membuktikan bahwa Perusahan Industri kelapa kita tidak mampu mensejahterakan petani, belum lagi didaerah lain diseluruh indonesia.

“Dampak lain dari murahnya pembelian industri nasional kita adalah ketidak mampuan petani kelapa untuk meremajakan kelapanya dan pengembangan kebun kelapa nasional tidak berkembang dan bahkan menurun karena gairah dan daya tarik untuk investasi pada perkebunan kelapa tidak menarik bagi investor,’ jelas Muhaimin. (ard)

Ikuti Terus InhilKlik

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER