Kanal

Hakim Binsar Usul Calon Pengantin Tes Keperawanan

INHILKLIK.COM, JAKARTA - Binsar Gultom, Hakim Pembina Utama Madya Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Jakarta Pusat, mewacanakan usul yang terbilang kontroversial di Indonesia. Ia mengusulkan setiap perempuan yang akan menikah, terlebih dulu mengikuti tes keperawanan.

Menurutnya, tes keperawanan bagi calon mempelai perempuan itu untuk menghindari perceraian setelah menikah yang masih terbilang tinggi di Indonesia.

Wacana tes keperawanan terdapat dalam buku majelis hakim kasus “Kopi Vietnam Arsenik” Jessica Kumala Wongso tersebut yang berjudul “Pandangan Kritis Seorang Hakim 3", baru terbit Agustus 2017.

"Perceraian dan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) adalah pelanggaran hukum negara dan hukum Tuhan. Karenanya, kalau belum memahami makna perkawinan, jangan coba-coba menikah," tutur Binsar.

Binsar mengungkapkan, dalam halaman 213 buku tersebut, dirinya sudah menangani sedikitnya 250 perkara perceraian sejak aktif sebagai hakim pada tahun 1996.

Perceraian itu, sambungnya, disebabkan beragam persoalanan yang terutama KDRT, yakni kekerasan seksual maupun fisik dalam bahtera rumah tangga.

Ia mencontohkan, terdapat kasus orang tua memerkosa anaknya sendiri atau menjual buah hatinya sebagai pekerja seks komersial.

Berdasarkan pengalamannya dalam menangani kasus perceraian, Binsar menilai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan harus direvisi.

“Terutama mengenai usia seseorang yang dibolehkan untuk menikah. Perempuan sebaiknya minimal menikah pada usia 21 tahun. Sementara laki-laki dibolehkan menikah minimal 25 tahun dan ditambah syaratnya bahwa salah satu pihak memunyai penghasilan tetap,” terangnya.

Tak kalah penting, menurut Binsar, kalau diperlukan, sepasang kekasih yang hendak menikah harus diberikan syarat tegas, yakni masih dalam kondisi suci atau kudus. Dengan demikian, harus diketahui masih perawan atau tidak.

"Untuk itu, harus ada tes keperawanan," tegas Binsar pada halaman 194 buku tersebut.

Kalau tak lagi perawan, diperlukan tindakan preventif bahkan represif pemerintah terhadap pasangan yang bakal menikah. Misalnya, menyarankan untuk menunda pernikahan.

"Tindakan seperti itu diperlukan, kenapa? Sebab, salah satu penyebab perpecahan rumah tangga karena pernikahannya dilakukan dalam keadan terpaksa, semisal terlebih dulu hamil,” demikian terkaan Binsar.

Padahal, perceraian semestinya dinilai sebagai pelanggaran hukum negara dan Tuhan.

Untuk diketahui, buku Binsar yang berjudul “Pandangan Kritis Seorang Hakim” rencananya dibedah di kalangan akademik perguruan tinggi pada November 2017.

  (suara)

Ikuti Terus InhilKlik

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER