Kepahlawanan dan Bela Negara
DALAM memperingati Hari Pahlawan 10 November pada tahun ini, sudah saatnya kembali merenungkan bagaimana peranan strategis mahasiswa sebagai kelompok pemuda terdidik untuk merefleksikan nilai kepahlawanan (heroisme) saat ini. Soalnya Presiden Joko Widodo telah mengingatkan bahwa ancaman terhadap Pancasila dan kedaulatan bangsa saat ini sudah berkembang multidimensi, tidak lagi hanya ancaman fisik, tetapi juga nonfisik, meliputi ancaman ideologis, politik, ekonomi, sampai sosial budaya (Rapat Kabinet Terbatas pada tanggal 26 Juli 2017).
Selanjutnya Presiden kembali menegaskan perlunya penguatan nilai-nilai Pancasila tersebut, pada saat menerima 20 rektor perguruan tinggi di Istana Merdeka pada 25 Agustus 2017. Presiden secara khusus meminta agar kampus menjadi institusi (atau garda) terdepan dalam menjaga dan mendorong terus menerus upaya penguatan Pancasila ini. Dalam rangka inilah, terakhir Presiden menerima "Deklarasi Kebangsaaan PT Se-Indonesia" dalam Pertemuan Pimpinan PT Se-Indonesia di Nusa Dua Bali pada tanggal 26 September 2107 yang lalu.
Kampus Bela Negara
Sebagaimana diketahui, semangat bela negara ini sebenarnya telah diawali Pemerintahan Jokowi-JK sejak akhir tahun 2014 pada saat dicanangkannya Gerakan Nasional Bela Negara oleh Presiden Jokowi tanggal 16 Desember 2014 sebagai HUT Bela Negara. Selanjutnya melalui Kementerian Pertahanan, Menhan Jenderal TNI Purn. Ryamizard Ryacudu menginisiasi program Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) sejak tahun 2015 dengan merumuskan kebijakan "100 juta Kader Bela Negara". Lewat program ini Kemhan bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait, telah melaksanakan pendidikan/pelatihan bela negara ini di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Meskipun program kebijakan Menhan ini sempat mengundang kritikan dan penolakan di sebagian aktifis LSM dan akademisi, pemerintah berkomitmen untuk terus melanjutkannya. Ironis memang di tengah maraknya terjadi trend reradikalisasi, neoliberalisasi, reinterpretasi komunisme, dekadensi moral dan rasa kebangsaan di sebagian generasi muda, muncul keprihatian yang mendalam akan pentingnya Kesadaran Bela Negara ini. Bahkan Presiden Jokowi sempat menyampaikan kritik menarik bahwa "situasi kebangsaan dalam beberapa bulan terakhir diwarnai berbagai hal yang mencederai nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan" (Pidato Pengukuhan Pengurus DPP Partai Hanura pada 22 Februari).
Menyadari adanya keprihatinan kebangsaan ini, maka relevansinya ke depan menjadi penting karena pelaksanaannya perlu digelorakan terus, bukan saja oleh Kemhan melainkan oleh setiap komponen bangsa. Kalau pada akhir-akhir ini yang menjadi korban keprihatinan ini sudah menyasar kelompok terdidik (mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi), maka keprihatinan ini semakin mencemaskan pemerintah dan masyarakat. Pertanyaan strategisnya adalah bagaimana pihak perguruan tinggi dan peranan mahasiswa mengambil sikap "kepahlawanan"nya untuk mengantisipasi dan mengatasi keprihatinan ini ke depan?
Ancaman Ideologis
Ironisnya setelah 18 tahun Orde Reformasi sudah berjalan, faktanya pembaharuan (reformasi) politik dan hukum bukannya menunjukkan tendensi positif dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Malahan sebaliknya muncul tendensi negatif yang menunjukan terjadinya dekadensi moral (sosial budaya), ideologis, politik dan hukum di kalangan masyarakat luas (tataran infrastruktur), khususnya generasi muda. Hal ini bisa diamati dengan semakin masifnya pelibatan generasi muda di berbagai kasus narkoba, korupsi, terorisme, kriminalitas, dan tindak pidana kekerasan lainnya.
Sementara di tataran suprastruktur pemerintahan, terjadi praktek politik dan budaya demokrasi yang semakin memprihatinkan. Dalam bahasa Presiden Jokowi disebutkan bahwa "demokrasi kita sudah kebablasan dan praktek demokrasi kita membuka peluang artikulasi politik yang ekstrim menyimpang dan bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Penyimpangan praktek itu terwujud antara lain dalam bentuk politisasi masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)". Menurut hemat penulis, perlu dikaji kembali ancaman-ancaman ideologis apa saja yang dianggap mengemuka saat ini terhadap keberadaan Pancasila.
Bila kita memetakan secara ideologis kecenderungan pola pikir dan sikap masyarakat saat ini, maka ada beberapa ancaman yang semakin intensif terjadi. Pertama, ancaman reradikalisasi nilai-nilai dasar keagamaan di kalangan generasi muda khususnya mahasiswa (lihat berbagai hasil penelitian yang dilakukan LIPI, UI, Balitbang Diklat Kemenag).
Fenomena ini sebenarnya mulai terjadi sekitar dekade 90-an sebagai sikap yang anti kemapanan terhadap kegiatan keagamaan mahasiswa yang sudah ada di intra kampus.
Aktifitas kemahasiswaan ini justru ironisnya terlihat marak di kampus PT-PT negeri dan banyak diminati serta semakin merebak sejak masa pemerintahan reformasi. Fenomena ini jelas sangat dikuatirkan dapat memengaruhi sikap dan perilaku generasi muda terutama anak-anak dan remaja (tingkat pendidikan dasar, menengah dan atas).
Kedua, ancaman neo-liberalisme sebagai anti tesa bagi deideologisasi Pancasila di kalangan masyarakat. Pesatnya kemajuan Ilpengtek (modernisasi), selain dapat berdampak positif, dikuatirkan berimplikasi negatif bagi kalangan generasi muda. Indikasi maraknya dekadensi moral (kasus korupsi, penyalahgunaan narkoba, pornografi dan sebagainya) sebagai akibat (side efect) dari kemajuan teknologi informatika di kalangan pemimpin politik saat ini, ternyata secara psikologis dapat berakibat fatal bagi alam pikir dan sikap generasi muda.
Tantangan ideologisnya adalah penafsiran sistemik terhadap praktek kepemerintahan dan kemasyarakatan dikuatirkan semakin melenceng dari jiwa/roh Pancasila. Bahkan yang paling menguatirkan adalah bilamana berbagai kebijakan pembangunan ekonomi, sosial dan politik pemerintah cenderung semakin berorientasi liberalistik, sehingga tidak lagi berpijak pada dasar negara Pancasila.
Sebagai calon pemimpin generasi muda bangsa di masa depan, kalangan mahasiswa dikuatirkan akan terjebak dalam pengaruh ideologi neo-liberalisme tersebut.
Ketiga, meskipun hal ini dianggap "debatable" di kalangan penolak rezim Suharto, sadar tidak sadar kecenderungan kembalinya pengaruh faham (reideologisasi) Komunisme bisa saja terjadi pada situasi kesenjangan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Fenomena penyebarannya bisa saja dalam bentuk pemahaman pengaruh nilai-nilai Marxisme/Komunisme dalam gaya dan bentuk baru, yang menyelinap pada alam pemikiran dan perilaku generasi muda (khususnya mahasiswa) tanpa disadari.
Keempat, menguatnya nilai-nilai primordialisme (SARA) yang dipolitisasi oleh kalangan elite-elite politik dan masyarakat akan berbahaya dapat memengaruhi alam pikiran dan perilaku generasi muda. Apabila kecenderungan ini tidak dapat dikendalikan (mengingat kondisi masyarakat yang sangat heterogen), maka secara akumulatif akan rentan bagi terjadinya disintegrasi bangsa dan kehancuran negara di masa yang akan datang.
Kelima, walaupun ancaman Fasisme/Totalitarianisme dan Otoritarianisme saat ini belum menimbulkan kondisi nyata pada kehidupan bernegara dan bermasyarakat, tetapi tantangannya bisa terjadi pada perilaku (praktek berideologi) di kalangan pemimpin politik/ormas negeri ini. Dialektika pemahaman ideologis menyangkut hal ini tentunya secara akademis perlu dikaji kembali, agar generasi muda tidak terjebak pada sikap pragmatisme dan otoritarianisme kekuasaan.
Peranan Strategis Mahasiswa
Konsepsi Bela Negara yang dianut oleh Indonesia secara mendasar mengacu kepada konstitusi NKRI (UUD 1945). Dalam konstitusi ini disebutkan bahwa semangat dan upaya Bela Negara merupakan hal yang vital (hak dan kewajiban) bagi semua warga negara Indonesia (Pasal 27 ayat 3 UUD 1945). Konsepsi Bela Negara ini secara substansial mengandung 5 (lima) nilai dasar, yaitu Cinta Tanah Air, Sadar Berbangsa dan Bernegara, Yakin Pancasila sebagai Ideoologi Negara, Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara, dan Memiliki Kemampuan Awal Bela Negara.
Dalam hal ini peranan kelompok mahasiswa sebagai pemuda terdidik jelas sangatlah strategis untuk kembali merefleksikan dirinya sungguh-sungguh untuk melaksanakan program Bela Negara tersebut. Khususnya dalam konteks "membela Pancasila sebagai ideologi negara" dan "rela berkorban untuk membela kepentingan ideologis Negara dan Bangsa tersebut". Sungguh menjadi tantangan yang berat ke depan, karena para mahasiswa kembali diingatkan dalam memperingati Hari Pahlawan kali ini. Di tengah semakin masifnya terjadi indikasi reradikalisasi (terorisme), liberalisasi, pragmatisme, politisasi SARA, dekadensi moralitas dan rasa kebangsaan di sebagian generasi muda beberapa tahun terakhir, maka para mahasiswa justru harus tampil terdepan dalam menyikapi dan mengatasinya.
Untuk itu langkah strategis berikutnya adalah bagaimana menindaklanjuti penerapan revitalisasi program PKBN (khusus dalam pembelaan Pancasila sebagai ideologi negara) ini oleh pemerintah melalui atensi dan inisiatif Kemenristek Dikti bersama Kemhan untuk menyempurnakan program kurikulum PKBN ini secara serius, jujur dan dapat diimplementasikan dengan nyata. Program ini hendaknya bersifat edukatif (tidak doktriner dan militeristis), disusun sesuai dengan tingkat pendidikan yang dilaksanakan pada setiap PT dan relevan dengan ancaman yang sedang kita hadapi saat ini dan di masa yang akan datang.
Dan langkah strategis yang paling utama selanjutnya berada pada pundak mahasiswa itu sendiri sebagai "Kader Intelektual Bela Negara" menerima materi kurikulum tersebut dan mengimplementasikannya. Tentunya kita semua sepakat bahwa penguatan relevansi nilai dan makna Kepahlawanan terkini terletak pada tugas dan tanggaungjawab mahasiswa, dalam hal ini untuk meningkatkan penguatan keyakinan dan penerapan ideologi Pancasila tersebut. Penerapan ini jelas dapat dilaksanakan secara aplikatif, inovatif, kreatif dan produktif dalam medan pengabdiannya masing-masing setelah lulus dengan baik dari perguruan tinggi. Dirgahayu Para Pahlawanku ! ***
Penulis adalah akademisi Universitas Pertahanan dan Alumnus Magister KSKN UI, tulisan ini bersifat pribadi.
sumber:analisadaily.com
Tambang Tembaga Terbesar ke-3 RI Segera Beroperasi
INHILKLIK - PT Merdeka Copper Gold, Tbk (MDKA) melalui anak usaha PT Bumi Suksesindo (BSI) bakal .
Kejagung Tetapkan Eks Kanwil Bea Cukai Riau Jadi Tersangka Kasus Impor Gula
INHILKLIK - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan satu tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi .
Ada 3.445 Formasi, Hari Ini Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2023 Resmi Dibuka
INHILKLIK - Pemerintah akan membuka pendaftaran sekolah kedinasan tahun 2024 mulai 15 Mei 2024. P.
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Tidak Selundupkan Air Zamzam
INHILKLIK - Kementerian Agama (Kemenag) mengingatkan jemaah calon haji agar selalu mematuhi perat.
Jokowi Revisi Perpres Jaminan Kesehatan, 21 Penyakit Ini Tidak Ditanggung BPJS
INHILKLIK - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tah.
Rupiah Dibuka Melemah, Dolar AS Perkasa
INHILKLIK - Mata uang rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.095 di hadapan dolar AS pada perdagang.